Ilmu Pengetahuan Icw Khawatir Setya Novanto Berlindung Di Balik Kegamangan Jokowi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menyampaikan ketegasannya dalam pemberantasan korupsi, khususnya terkait masalah korupsi e-KTP yang menjerat Ketua DPR, Setya Novanto.

Adnan menduga, Jokowi masih mengedepankan pertimbangan politik, sehingga mantan Wali Kota Solo itu terkesan gamang dan tidak tegas dalam bersikap terkait masalah yang menyeret nama Ketua Umum DPP Partai Golkar tersebut.

 Koordinator Indonesia Corruption Watch  Ilmu Pengetahuan ICW Khawatir Setya Novanto Berlindung di Balik Kegamangan Jokowi
Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto menjadi saksi dalam sidang masalah korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
“Jangan hingga lalu sikap-sikap itu lebih banyak dilatarbelakangi oleh kalkulasi politik,” kata Adnan, di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Rabu (15/11/2017).

Adnan khawatir, Jokowi justru berpikir soal ketidaksolidan koalisi partai pendukung pemerintah apabila ia merespons tegas masalah Novanto. Selain itu, kata Adnan, Jokowi niscaya juga mempertimbangkan soliditas partai pendukungnya pada Pilpres 2019.

“Itu secara faktual memang harus diperhitungkan, alasannya ialah bagaimanapun nasibnya sebagai Presiden juga akan sangat ditentukan oleh solidnya koalisi. Akan tetapi, pada ketika yang sama masyarakat menentukan Presiden untuk mengambil perilaku yang tegas,” kata Adnan.

Namun demikian, kata Adnan, pandangan tersebut justru akan dimanfaatkan oleh pihak Setya Novanto. Menurut Adnan, Ketua Umum DPP Partai Golkar itu akan berlindung di balik kegamangan perilaku Presiden Jokowi dalam merespons masalah korupsi e-KTP yang menjerat Novanto.

Karena itu, kata Adnan, dirinya berharap Presiden Jokowi segera bersikap tegas, contohnya dalam proses pemanggilan Novanto oleh KPK. Adnan mengingatkan, pemberantasan korupsi tetap memerlukan campur tangan pemimpin negara.

Dalam hal ini, kata Adnan, contohnya Presiden Jokowi sanggup menuntaskan masalah dengan memanggil sejumlah pakar aturan dan mengambil perilaku tegas sehabis mendengar masukan dan pandangan-pandangan dari jago aturan tersebut.

"Kalau jago hukumnya menyampaikan tidak tepat, ya Presiden menyampaikan enggak perlu izin [pemanggilan Novanto]. Tidak perlu izin alasannya ialah memang berdasarkan undang-undang tidak perlu dan oleh alasannya ialah itu jangan jadikan Presiden sebagai bumper,” kata Adnan.

Sebelumnya, Presiden Jokowi ikut bersuara terkait pemanggilan Setya Novanto oleh KPK dalam masalah korupsi e-KTP ini. Presiden Jokowi menegaskan bahwa semua sudah diatur dalam perundang-undangan.

“Buka undang-undangnya semua. Buka undang-undangnya. Aturan mainnya menyerupai apa, di situlah diikuti,” kata Presiden Joko Widodo usai membuka kongres ke-20 GMNI di Manado, Sulawesi Utara, menyerupai dilansir laman resmi setkab, Rabu (15/11/2017).

Hari ini, Rabu (15/11/2017) sejatinya KPK memanggil Setya Novanto sebagai tersangka masalah e-KTP. Namun, Fredrich Yunadi sebagai pengacara Novanto menegaskan bahwa kliennya tidak akan memenuhi panggilan penyidik KPK. Fredrich pun mengklaim sudah mengirimkan surat yang berisi alasan absensi Novanto tersebut.

Baca :
"Kami kan sudah bikin surat resmi, saya yang bikin surat resmi. Kaprikornus tentu tidak hadir," kata Fredrich ketika dikutip dari Tirto.id, Rabu (15/11/2017).

Pengiriman surat tersebut dibenarkan oleh juru bicara KPK, Febri Diansyah. “Sekitar Pukul10.00 pagi ini, KPK mendapatkan surat tertanggal 14 November 2017 dengan kop surat kantor pengacara. Surat pemberitahuan tidak sanggup memenuhi panggilan KPK tersebut berisikan 7 poin,” kata Febri.(***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment