Ilmu Pengetahuan Country Director Pt Ekp Rajesh Rajamohanan, Mengaku Diperas Oknum Pegawai Pajak

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencokok Rajesh Rajamohanan Nain, Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) dan Handang Soekarno selaku Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak pada Operasi Tangkap Tangan, Senin (21/11/2016) lalu. KPK juga telah menetapkan keduanya sebagai tersangka dugaan suap.

Pada OTT di rumah di rumah Rajesh, di Springhill Residences, Kebayoran itu, KPK mendapati uang sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar. Uang itu diduga bab dari akad sebesar Rp6 miliar yang diberikan Rajesh kepada Handang biar mengurus surat tagihan pajak PT EKP sebesar Rp78 miliar.

 Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia  Ilmu Pengetahuan Country Director PT EKP Rajesh Rajamohanan, Mengaku Diperas Oknum Pegawai Pajak
Ketua KPK Agus Rahardjo (kanan) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani memperlihatkan keterangan ketika konferensi pers ihwal OTT di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/11). KPK melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) kepada pejabat di Ditjen Pajak Kemenkeu berinisial HS sebagai peserta suap dan Direktur PT EK Prima berinisal RRN sebagai pemberi suap dengan barang bukti 148.500 dolar AS yang diduga untuk pengaturan permasalahan pajak PT EK Prima.
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Namun pengacara Rajesh, Tommy Singh, membantah tudingan suap itu. Menurutnya, Rajesh justru menjadi korban pemerasan oknum Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

"Dari pemberitaan selama ini menyampaikan bahwa klien kami melaksanakan suap. Kami ingin koreksi klien kami yaitu korban, bukan pelaku. Klien kami ini jadi korban dari orang yang kita indikasikan dilakukan oleh oknum-oknum kantor pajak," kata Tommy Singh sebagaimana dilaporkan Antara, Kamis (24/11/2016).
Lantaran merasa diperas oknum pegawai pajak, Tommy Singh berencana mengadu kepada tim Reformasi Pajak yang dibuat Menteri Keuangan Sri Mulyani guna menjelaskan duduk masalah sebenarnya. Menurutnya dalam masalah itu kliennya telah ditekan dan dipojokkan dengan cara dijadikan objek pemeriksa pajak dan berulang kali dipanggil oleh petugas pajak.

"Oknumnya ada 3, jadi selain Pak Handang ada 2 lagi," ungkapnya.

Menurut klarifikasi Tommy, PT EKP juga telah mengajukan ikut kegiatan tax amnesty pada Agustus atau September 2016, namun pengajuan itu justru ditolak Ditjen Pajak dengan alasan yang tidak jelas.

“Tapi nanti kita akan lihat kejanggalan-kejanggalannya, jika perlu akan bertemu Menkeu untuk menjelaskannya," tambah Tommy.

PT EKP, kata Tomyy, juga sudah pernah mengadukan kesulitan pembayaran pajak tersebut ke DJP, namun tak segera ditanggapi. Bahkan surat pengaduan sudah dikirimkan ke Presiden.

“Di sini PMA (Penanam Modal Asing) disudutkan dan dibuat duduk masalah sehingga ini yaitu pemerasan padahal tax amnesty yaitu hal legal dan difasilitasi pemerintah, tapi kenapa kami belum mengajukan tax amnesty sudah ditolak?" ungkap Tommy.

Kendati mengungkap bahwa kliennya telah diperas, Tommy mengakui bahwa PT EKP memang punya sejumlah tunggakan pajak.

"Ada beberapa tunggakan, tapi sudah diberikan clearance nanti kami akan buka dan akan minta segera bertemu tim reformasi pajak," ungkap Tommy.

Untuk diketahui, PT EKP menginduk pada Lulu Group yang berpusat di Uni Emirat Arab. Lulu Grup secara resmi membuka "hypermarket" pertama di daerah Cakung, Jakarta Timur pada 31 Mei 2016 dan diresmikan Presiden Joko Widodo. (***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment