Ilmu Pengetahuan Peneliti Mk: Dpr Perkarakan Pers Pakai Uu Md3 Sama Dengan Uji Nyali

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Peneliti dari Mahkamah Konstitusi (MK), Nallom Kurniawan, memprediksi dewan perwakilan rakyat akan berpikir berulang kali jikalau mau memperkarakan pers yang dinilai merendahkan martabat mereka. Sebab, alih-alih memusuhi, wakil rakyat justru ingin terus bersahabat dengan media massa.

"Legislatif tidak akan berani memperkarakan wartawan. Itu uji nyali namanya," kata Nallom ketika menjadi narasumber pada program "Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Wartawan Indonesia" di Bogor, Jawa Barat, Rabu (28/2/2018).

 memprediksi dewan perwakilan rakyat akan berpikir berulang kali jikalau mau memperkarakan pers yang dinilai mere Ilmu Pengetahuan Peneliti MK: dewan perwakilan rakyat Perkarakan Pers Pakai UU MD3 Sama dengan Uji Nyali
Suasana Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (14/2/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pernyataan Nallom dalam rangka merespons Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) hasil revisi yang disahkan pada 12 Februari lalu. Dengan aturan ini, legislatif punya kewenangan untuk memanggil paksa siapa pun dengan derma polisi, termasuk wartawan—sepanjang memenuhi syarat.

Pada Pasal 122 abjad k UU MD3 tertulis: "Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bertugas mengambil langkah aturan dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau tubuh aturan yang merendahkan kehormatan dewan perwakilan rakyat dan anggota DPR".

Dengan beleid ini, suatu ketika mungkin saja ada anggota dewan yang memperkarakan jurnalis sebab tersinggung dengan tulisannya. Sementara di satu sisi, kerja-kerja jurnalis mengharuskan mereka tidak hanya melaporkan hal-hal yang "disenangi" anggota dewan, tapi juga yang negatif asalkan memang berimbang.

Beleid ini tentu tidak hanya besar lengan berkuasa kepada juru warta, tapi juga seluruh warga negara. Secara lebih luas, aturan ini sanggup mengancam kebebasan berekspresi yang sebenarnya sudah dijamin dalam Undang-Undang Dasar.

Sama ibarat banyak pasal dalam UU yang bermasalah, tidak pernah ada batasan yang terang mengenai apa yang dimaksud dengan "merendahkan kehormatan."

Nallom menilai masalah ini ibarat mirip Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 perihal Pornografi. Meski paling terang mendefinisikan apa itu pornografi dibanding UU ITE dan KUHP, aturan itu tidak serta-merta menciptakan banyak orang kena pidana.

Dalam undang-undang itu dijelaskan bahwa pornografi yaitu gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui banyak sekali bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

"Kalau definisi ini diterapkan konsisten, orang yang mandi di sungai sanggup kena pasal. Tapi kan tidak. Kaprikornus meskipun UU MD3 sudah diresmikan, tidak serta merta berlaku begitu saja," tambah Nallom ketika dilansir dari Tirto..

Baca :


Ia pun mempersilakan siapapun yang merasa hak konstitusinya dirugikan dengan terbitnya aturan ini untuk melaksanakan uji bahan di MK.

Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) jadi pihak pertama yang menggugat UU MD3, 14 Februari lalu. Gugatan kedua berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang dilayangkan pada 23 Februari.

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment