Showing posts sorted by date for query perundang-undangan-statue. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query perundang-undangan-statue. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan (Statue)

Perundang-Undangan (Statue) Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang memiliki kekuatan aturan yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.

Menurut BUYS, undang-undang itu memiliki dua arti, yakni :
  • Undang-undang dalam anti formal: ialah setiap keputusan Pemerintah yang memerlukan undang-undang alasannya yaitu cara pembuatannya (misalnya: dibentuk oleh Pemerintah bahu-membahu dengan parlemen);
  • Undang-undang dalam arti material: ialah setiap keputusan Pemerintah yang berdasarkan isinya mengikat eksklusif setiap penduduk.
  •  
 ialah suatu peraturan negara yang memiliki kekuatan aturan yang mengikat diadakan dan dip Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan (Statue)
Undang Undang
Beberapa azas perundang-undangan:
  • Undang-undang tidak berlaku surut,
  • Undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan undang – undang terdahulu, sejauh UU mengatur objek yang sama ( Lex posterior derogat legi priori),
  • Undang-undang yang dibentuk oleh penguasa yang lebih tinggi memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan oleh Undang – undang yang dibentuk oleh penguasa yang lebih rendah ( lex superior derogat legi inferior),
  • Undang-undang yang khusus mengenyampingkan Undang- undang yang umum (lex seorang jago derogat lex generalis), dan
  • Undang-undang tidak sanggup diganggu gugat.

1. Syarat-syarat berlakunya Undang-undang bagi suatu pcnduduk

Syarat mutlak untuk berlakunya suatu undang·undang ialah diundangkan dalam Lembaga Negara (LN) oleh Menteri/Sekretaris Negara (dahulu Mentcri Kehakiman). Tanggal mulai berlakunya satu undang-undang berdasarkan tanggal yang ditentukan dalam undang-undang itu sendiri. Jika tanggal itu berlakunya tidak disebutkan dalam undang-undang, maka undang- undang itu mulai berlaku 30 hari setelah diundangkan dalam L.N. untuk Jawa dan Madura, dan untuk daerah-daerah lainnya gres berlaku 100 hari setelah pengundangan dalam L.N. Sesudah syarat tersebut dipenuhi, maka berlakulah suatu fictic dalam hukum: "SETIAP ORANG DIANGGAP TELAH MENGETAHUI ADANYA SUATU UNDANG-UNDANG." Hal ini berarti bila ada seseorang yang melanggar undang-undang tersebut,ia tidak diperkenankan membela dan membebaskan diri dengan alasan: "Saya tidak tahu menahu adanya undang-undang itu."

2. Berakhimya kekuatan berlakunya suatu undang-undang

Suatu undang-undang tidak berlaku lagi jika:
  • jangka waktu berlaku telah ditcntukan oleh undang-undang itu sudah lampau,
  • keadaan suatu hal untuk mana undang—undang itu diadakan sudah tidak ada lagi,
  • undang-undang itu dengan tegas dicabut instansi yang menciptakan atau instansi yang lebih tinggi, dan 
  • telah diadakan undang-undang yang gres yang isinya bertentangan dengan undang-undang yang dulu berlaku.

3. Pengertian Lembaran Negara dan Berita Negara

Pada jaman Hindia-Belanda Lembaran Negara disebut Staatsblad (disingkat Stb atau S.), Setelah suatu undang-undang diundangkan dalam L.N., ia kemudian diumumkan dalam Berita Negara, setelah itu diumumkan dalam Siaran Pemerintah melalui radio/televisi dan melalui surat-surat kabar.

Pada jaman Hindia-Belanda, Berita Negara disebut De Javasche Courant, dan di jaman Jepang disebut Kan Po. Adapun beda antar Lembaran Negara dan Berita Negara ialah:

a) Lembaran Negara 

Ialah suatu Lembaran (kertas) tempat mengundangkan (mengumumkan) suatu peraturan-peraturan negara dan pemerintah biar sah berlaku. Penjelasan daripada suatu undang-undang dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara, yang memiliki nomor berurut. Lembaran Negara diterbitkan olch Departemen kehakiman (sekarang Sekretariat Negara), yang disebut dengan tahun penerbitaannya dan Nomor berurut. Misalnya:
  • L.N. tahun 1962 No. 1 (L.N. 1962/1)
  • L.N. tahun 1962 No. 2 (L.N. No. 2 tahun 1962)
Contoh:
  1. L.N. 1950 No. 56 isinya: Undang-undang dasar Sementara (1950).
  2. L.N 1959 perihal peraturan Universitas bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta.
  3. L.N 1961 No. 302 isinya: Undang-Undang No. 22 tahun 1961 perihal Perguruan Tinggi.

b) Berita Negara 

Ialah suatu penerbitan resmi Menteri Kehakiman (Sekretariat Negara) yang memuat hal-hal yang berafiliasi dengan peraturan-peraturan negara dan pemerintah dan memuat surat-surat yang dianggap perlu seperti: sertifikat pendirian P.T., Firma, Koperasi, nama—nama orang dinaturalisasi menjadi Warga ncgara Indonesia dan lain-lain. Catatan : Tempat pengundangan Peraturan-peraturan Daerah Kotapraja ialah: Lembaran Daerah/Lembaga Kotapraja.

Agar undang – undang memiliki kekuatan berlaku harus memenuhi persayaratan tertentu. Ada tiga macam kekuatan berlakunya undang – undang, yaitu kekuatan berlaku yuridis, sosiologis dan filosofis.

Undang- undang memiliki kekuatan berlaku Yuridis apabila persyaratan formal terbentuknya UU itu telah terpenuhi. UU memiliki kekuatan berlaku sosiologis apabila UU itu efektif berlaku didalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa Undang – Undang ini telah diterima dan ditaati oleh masyarakat. Undnag – undang memiliki kekuatan sosiologis sanggup melalui dua cara yaitu dengan dipaksakan oleh penguasa atau secara sadar kehadiran UU itu diterima oleh masyarakat dan diataatinya.

UU memiliki kekuatan berlaku filosofis apabila UU tersebut memang sesuai dengan harapan aturan sebagai nilai faktual yang tertinggi.

Dasar Hukum :

  1. Undang Undang Dasar 1945
  2. L.N. tahun 1962 No. 1 (L.N. 1962/1)
  3. L.N. tahun 1962 No. 2 (L.N. No. 2 tahun 1962)
  4. L.N. 1950 No. 56 isinya: Undang-undang dasar Sementara (1950).
  5. L.N 1959 perihal peraturan Universitas bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta.
  6. L.N 1961 No. 302 isinya: Undang-Undang No. 22 tahun 1961 perihal Perguruan Tinggi.

Referensi : 

  1. Lawrence M. Friedmaan, American Law In Introduction (Hukum Amerika Sebuah Pengantar), Scond Edition, Penerjemah : Wisnu Basuki, PT. Tata Nusa, Jakarta, 2001.
  2. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Liberty, 1986, 
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan

Ilmu Pengetahuan Pengertian Dan Macam-Macam Keputusan Hakim (Yurisprudensi/Jurisprudentie)

Pengertian Dan Macam-Macam Keputusan Hakim (Yurisprudensi/Jurisprudentie) Adapun yang merupakan Peraturan Pokok yang pertama pada jaman Hindia-Belanda dahulu ialah Algemene Bepalingen van wetgeping voor Indonesia yang disingkat A.B. (Ketentuan-ketentuan Umum Tentang Peraturan-perundangan Indonesia).


 Adapun yang merupakan Peraturan Pokok yang pertama pada jaman Hindia Ilmu Pengetahuan Pengertian Dan Macam-Macam Keputusan Hakim (Yurisprudensi/Jurisprudentie)
Keputusan Hakim (Yurisprudensi/Jurisprudentie)

I. Pengertian Keputusan Hakim

A.B. ini dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 yang termuat dalam Staatsblad 1847 No. 23, dan sehingga dikala ini masih belaku bedasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan: "Segala tubuh negara dan peraturan yang masih berlangsung berlaku selama sebelum diadakan yang gres berdasarkan Undang·Undang Dasar ini.

Menurut pasal 22 A.B. "de regter, die wegert regt te spreken onder voorwendsel van stilzwijgen, duisterheid der wet kan uit hoofde van rechtswijgering vervolgd worden",yang mengandung arti, "Hakim yang menolak untuk menuntaskan suatu masalah dengan alasan bahwa peraturan perundangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak terang atau tidak lengkap, maka ia akan dituntut untuk dieksekusi alasannya menolak mengadili".

Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim memiliki hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menuntaskan suatu perkara. Dengan demikian, apabila undang-undang ataupun kebiasaan tidak memberi peraturan yang sanggup dipakainya untuk menuntaskan masalah itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.

Keputusan hakim yang berisikan suatu peraturan sendiri berdasarkan wewenang yang diberikan oleh pasal 22 A.B. menjadilah dasar keputusan hakim lainnya/kemudian untuk mengadili masalah yang serupa dan keputusan hakim tersebut kemudian menjadi sumber aturan bagi pengadilan. Dan Keputusan Hakim yang demikian disebut aturan Jurispudensi.

Kaprikornus Jurisprudensi ialah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai duduk masalah yang sama. Ada dua macam Jurisprudensi yaitu :
  1. Jurisprudensi tetap; dan
  2. Jurisprudensi tidak tetap.
Adapun yang dinamakan jurisprudensi tetap, ialah keputusan hakim yang terjadi alasannya rangkaian keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan (Standart-arresten) untuk mengambil keputusan.

Seorang hakim mengikuti keputusan hakim yang terdahulu itu alasannya ia sependapat dengan isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya digunakan sebagai aliran dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai suatu masalah yang serupa.

Kaprikornus bahwa jurisprudensi yakni merupakan sumber hukum tersendiri yang berlaku.

II. Macam-Macam Putusan Hakim

Produk hakim dari hasil investigasi masalah di persidangan ada 3 macam yaitu :
  • Putusan yakni pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari investigasi masalah somasi (kontentius);
  • Penetapan yakni pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari investigasi masalah permohonan (voluntair); dan 
  • Akta Perdamaian  yakni sertifikat yang dibentuk oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.
Ada banyak sekali jenis Putusan Hakim dalam pengadilan sesuai dengan sudut pandang yang kita lihat. Dari segi fungsinya dalam mengakhiri masalah putusan hakim yakni sebagai berikut :

1. Putusan Akhir

Putusan simpulan yakni :
  • Putusan yang mengakhiri investigasi di persidangan, baik telah melalui semua tahapan investigasi maupun yang tidak/belum menempuh semua tahapan pemeriksaan,
  • Putusan yang dijatuhkan sebelum tahap simpulan dari tahap-tahap pemeriksaan, tetapi telah mengakhiri investigasi yaitu :
  1. putusan gugur;
  2. putusan verstek yang tidak diajukan verzet;
  3. putusan tidak menerima; dan
  4. putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang memeriksa,
  • Semua putusan simpulan sanggup dimintakan akhir, kecuali bila undang-undang memilih lain.

2. Putusan Sela

Putusan sela yakni :
  • Putusan yang dijatuhkan masih dalam proses investigasi masalah dengan tujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan,
  • Putusan sela tidak mengakhiri pemeriksaan, tetapi akan kuat terhadap arah dan jalannya pemeriksaan,
  • Putusan sela dibentuk ibarat putusan biasa, tetapi tidak dibentuk secara terpisah, melainkan ditulis dalam isu program persidangan saja,
  • Putusan sela harus diucapkan di depan sidang terbuka untuk umum serta ditanda tangani oleh majelis hakim dan panitera yang turut bersidang,
  • Putusan sela selalu tunduk pada putusan simpulan alasannya tidak bangkit sendiri dan karenanya dipertimbangkan pula pada putusan akhir,
  • Hakim tidak terikat pada putusan sela, bahkan hakim sanggup merubahnya sesuai dengan keyakinannya,
  • Putusan sela tidak sanggup dimintakan banding kecuali bahu-membahu dengan putusan akhir,
  • Para pihak sanggup meminta supaya kepadanya diberi salinan yang sah dari putusan itu dengan biaya sendiri.
Kemudian kalau dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada dikala putusan dijatuhkan, putusan dibagi sebagai berikut :

1. Putusan Gugur

Putusan gugur yakni :
  • Putusan yang menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur alasannya penggugat/pemohon tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan,
  • Putusan gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan gugatan/permohonan,
  • Putusan gugur sanggup dijatuhkan apabila telah dipenuhi syarat :
  1. penggugat/pemohon telah dipanggil resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu;
  2. penggugat/pemohon ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak hadirannya itu alasannya suatu halangan yang sah;
  3. Tergugat/termohon hadir dalam sidang; dan
  4. Tergugat/termohon mohon keputusan,
  • Dalam hal penggugat/pemohon lebih dari seorang dan tidak hadir semua, maka sanggup pula diputus gugur,
  • Dalam putusan gugur, penggugat/pemohon dieksekusi membayar biaya perkara,
  • Tahapan putusan ini sanggup dimintakan banding atau diajukan masalah gres lagi

2. Putusan Verstek

Putusan Verstek yakni :
  • Putusan yang dijatuhkan alasannya tergugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan,
  • Verstek artinya tergugat tidak hadir,
  • Putusan verstek sanggup dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sehabis tahapan pembacaan somasi sebelum tahapan tanggapan tergugat, sepanjang tergugat/para tergugat semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil dengan resmi dan patut,
  • Putusan verstek sanggup dijatuhkan apabila memenuhi syarat :
  1. Tergugat telah dipanggil resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu;
  2. Tergugat ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak hadirannya itu alasannya suatu halangan yang sah;
  3. Tergugat tidak mengajukan tangkisan/eksepsi mengenai kewenangan;
  4. Penggugat hadir dalam sidang; dan
  5. Penggugat mohon keputusan,
  • Dalam hal tergugat lebih dari seorang dan tidak hadir semua, maka sanggup pula diputus verstek,
  • Putusan verstek hanya bernilai secara formil surat somasi dan belum menilai secara materiil kebenaran dalil-dalil tergugat,
  • Apabila somasi itu beralasam dan tidak melawan hak maka putusan verstek berupa mengabulkan somasi penggugat, sedang mengenai dalil-dalil gugat, oleh alasannya dibantah maka harus dianggap benar dan tidak perlu dibuktikan kecuali dalam masalah perceraian,
  • Apabila somasi itu tidak beralasan dan atau melawan hak maka putusan verstek sanggup berupa tidak mendapatkan somasi penggugat dengan verstek,
  • Terhadap putusan verstek ini maka tergugat sanggup melaksanakan perlawanan (verzet),
  • Tergugat dihentikan mengajukan banding sebelum ia menggunakan hak verzetnya lebih dahulu, kecuali kalau penggugat yang banding,
  • Terhadap putusan verstek maka penggugat sanggup mengajukan banding,
  • Apabila penggugat mengajukan banding, maka tergugat tidak boleh mengajukan verzet, melainkan ia berhak pula mengajukan banding,
  • Khusus dalam masalah perceraian, maka hakim wajib menunjukan dulu kebenaran dalil-dalil tergugat dengan alat bukti yang cukup sebelum menjatuhkan putusan verstek,
  • Apabila tergugat mengajukan verzet, maka putusan verstek menjadi mentah dan investigasi dilanjutkan pada tahap selanjutnya,
  • Perlawanan (verzet berkedudukan sebagai tanggapan tergugat),
  • Apabila perlawanan ini diterima dan dibenarkan oleh hakim berdasarkan hasil pemeriksaan/pembuktian dalam sidang, maka hakim akan membatalkan putusan verstek dan menolak somasi penggugat,
  • Tetapi bila perlawanan itu tidak diterima oleh hakim, maka dalam putusan simpulan akan menguatkan verstek,
  • Terhadap putusan simpulan ini sanggup dimintakan banding,
  • Putusan verstek yang tidak diajukan verzet dan tidak pula dimintakan banding, dengan sendirinya menjadi putusan simpulan yang telah memperoleh kekuatan aturan tetap.

3. Putusan Kontradiktoir

Putusan Kontradiktoir yakni :
  • Putusan simpulan yang pada dikala dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu atau para pihak,
  • Dalam pemeriksaan/putusan kontradiktoir disyaratkan bahwa baik penggugat maupun tergugat pernah hadir dalam sidang,
  • Terhadap putusan kontradiktoir sanggup dimintakan banding.
Jika dilihat dari isinya terhadap gugatan/perkara, putusan hakim dibagi sebagai berikut:

1.  Putusan Tidak Menerima

Putusan tidak mendapatkan yakni :
  • Putusan yang menyatakan bahwa hakim tidak mendapatkan somasi penggugat/permohonan pemohon atau dengan kata lain somasi penggugat/pemohonan pemohon tidak diterima alasannya gugatan/permohonan tidak memenuhi syarat aturan baik secara formil maupun materiil,
  • Dalam hal terjadi eksepsi yang dibenarkan oleh hakim, maka hakim selalu menjatuhkan putusan bahwa somasi penggugat tidak sanggup diterima atau tidak mendapatkan somasi penggugat,
  • Meskipun tidak ada eksepsi, maka hakim alasannya jabatannya sanggup menetapkan somasi penggugat tidak diterima kalau ternyata tidak memenuhi syarat aturan tersebut, atau terdapat hal-hal yang dijadikan alasan eksepsi,
  • Putusan tidak mendapatkan sanggup dijatuhkan setelah tahap jawaban, kecuali dalam hal verstek yang gugatannya ternyata tidak beralasan dan atau melawan hak sehingga sanggup dijatuhkan sebelum tahap jawaban,
  • Putusan tidak mendapatkan belum menilai pokok masalah (dalil gugat) melainkan gres menilai syarat-syarat somasi saja. Apabila syarat gugat tidak terpenuhi maka somasi pokok (dalil gugat) tidak sanggup diperiksa,
  • Putusan ini berlaku sebagai putusan akhir,
  • Terhadap putusan ini, tergugat sanggup mengajukan banding atau mengajukan masalah baru. Demikian pula pihak tergugat,
  • Putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang mengadili suatu masalah merupakan suatu putusan simpulan

2.      Putusan Menolak Gugatan Penggugat

Putusan menolak somasi penggugat yakni :
  • Putusan simpulan yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap investigasi dimana ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti,
  • Dalam menyidik pokok somasi (dalil gugat) maka hakim harus terlebih dahulu menyidik apakah syarat-syarat gugat telah terpenuhi, biar pokok somasi sanggup diperiksa dan diadili,

3. Putusan Mengabulkan Gugatan Penggugat Untuk Sebagian Dan Menolak/Tidak Menerima Selebihnya

Putusan ini merupakan :
  • Suatu putusan akhir,
  • Dalam masalah ini, dalil gugat ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memenuhi syarat sehingga  :
  1. Dalil gugat yang terbukti maka tuntutannya dikabulkan;
  2. Dalil gugat yang tidak terbukti makan tuntutannya ditolak; dan
  3. Dalil gugat yang tidak memenuhi syarat maka diputus dengan tidak diterima.

4. Putusan Mengabulkan Gugatan Penggugat Seluruhnya

Putusan ini bertujuan untuk :
  • Putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah terpenuhi dan seluruh dalil-dalil tergugat yang mendukung petitum ternyata terbukti,
  • Untuk mengabulkan suatu petitum harus didukung dalil gugat. Satu petitum mungkin didukung oleh beberapa dalil gugat. Apabila diantara dalil-dalil gugat itu ada sudah ada satu dalil gugat yang sanggup dibuktikan maka telah cukup untuk dibuktikan, meskipun mungkin dalil-dalil gugat yang lain tidak terbukti,
  • Prinsipnya, setiap petitum harus didukung oleh dalil gugat
Sedangkan kalau dilihat dari segi sifatnya terhadap akhir aturan yang ditimbulkan, maka putusan dibagi sebagai berikut :

1. Putusan Diklatoir

Putusan diklatoir yakni :
  • Putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan tertentu sebagai keadaan yang resmi berdasarkan hukum,
  • Semua masalah voluntair diselesaikan dengan putusan diklatoir dalam bentuk penetapan atau beschiking,
  • Putusan diklatoir biasanya berbunyi menyatakan,
  • Putusan diklatoir tidak memerlukan eksekusi,
  • Putusan diklatoir tidak merubah atau membuat suatu aturan baru, melainkan hanya memperlihatkan kepastian aturan semata terhadap keadaan yang telah ada

2. Putusan Konstitutif

Putusan konstitutif yakni :
  • Suatu putusan yang menciptakan/menimbulkan keadaan aturan baru, berbeda dengan keadaan aturan sebelumnya,
  • Putusan konstitutif selalu berkenaan dengan status aturan seseorang atau hubungan keperdataan satu sama lain,
  • Putusan konstitutif tidak memerlukan eksekusi,
  • Putusan konstitutif diterangkan dalam bentuk putusan,
  • Putusan konstitutif biasanya berbunyi menetapkan atau menggunakan kalimat lain bersifat aktif dan bertalian langsug dengan pokok perkara, contohnya memutuskan perkawinan, dan sebagainya,
  • Keadaan aturan gres tersebut dimulai semenjak putusan memperoleh kekuatan huum tetap

3. Putusan Kondemnatoir

Putusan kondemnatoir yakni :
  • Putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk melaksanakan sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan, untuk memenuhi prestasi,
  • Putusan kondemnatoir terdapat pada masalah kontentius,
  • Putusan kondemnatoir selaku berbunyi “menghukum” dan memerlukan eksekusi,
  • Apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan dengan suka rela, maka atas permohonan tergugat, putusan sanggup dilakukan dengan paksa oleh pengadilan yang memutusnya,
  • Putusan sanggup dieksekusi setelah memperoleh kekuatan aturan tetap, kecuali dalam hal vitvoer baar bijvoorraad, yaitu putusan yang dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya aturan (putusan serta merta),
  • Putusan kondemnatoir sanggup berupa penghukuman untuk :
  1. menyerahkan suatu barang;
  2. membayar sejumlah uang;
  3. melakukan suatu perbuatan tertentu;
  4. menghentikan suatu perbuatan/keadaan; dan
  5. mengosongkan tanah/rumah.

Dasar Hukum :

Algemene Bepalingen van wetgeping voor Indonesia (A.B.) Ini dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 yang termuat dalam Staatsblad 1847 No. 23, dan sehingga dikala ini masih belaku bedasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.

Referensi :

  1. C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan kedelapan, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
  2. Sajtipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2000
  3. Lawrence M. Friedmaan, American Law In Introduction (Hukum Amerika Sebuah Pengantar), Scond Edition, Penerjemah : Wisnu Basuki, PT. Tata Nusa, Jakarta, 2001
  4. Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=perundang-undangan-statue
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=perundang-undangan-statue

Ilmu Pengetahuan Pengertian Undang Undang Dasar 1945

Pengertian Undang Undang Dasar 1945 Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 angka I dinyatakan bahwa: “Undang-undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Undang-undang Dasar ialah aturan dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-undang dasar itu berlaku juga aturan dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis”.

undang  Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu Ilmu Pengetahuan Pengertian Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Dasar 1945
Dengan demikian sanggup ditarik kesimpulan, pengertian kata Undang-Undang Dasar berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, memiliki pengertian yang lebih sempit daripada pengertian aturan dasar, Karena yang dimaksud Undang-undang Dasar ialah aturan dasar yang tertulis, sedangkan pengertiann aturan dasar meliputi juga aturan dasar yang tidak tertulis.

Di samping istilah undang-undang dasar, dipergunakan juga istilah lain yaitu Konstitusi. Istilah konstitusi berasal dari bahasa inggris constitution atau dari bahasa Belanda Constitutie. Kata konstitusi memiliki pengertian yang lebih luas dari Undang-undang dasar sebab pengertian Undang-undang Dasar hanya meliputi konstitusi yang tertulis saja, selain itu masih terdapat konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam pengertian Undang-undang Dasar.

Selain aturan dasar yang tertulis yaitu Undang-Undang Dasar masih terdapat lagi aturan dasar yang tidak tertulis, tetapi berlaku dan dipatuhi oleh para pendukungnya, yaitu yang lazim disebut konvensi, yang berasal dari bahasa Inggris convention, yang dalam peristilahan ketatanegaraan disebut kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan.


Misalnya , kebiasaan yang dilakukan oleh Presiden RI, setiap tanggal 16 agustus melaksanakan pidato kenegaraan di muka Sidang Paripurna DPR. Pada tahun 1945 hingga tahun 1949, sebab adanya maklumat pemerintah tertanggal 14 November 1945, yang telah mengubah system pemerintahan dari cabinet presidensial ke cabinet parlementer. Tetapi apabila keadaan Negara ancaman atau genting, cabinet beruah menjadi presidensiil, dan sewaktu-waktu keadaan Negara menjadi kondusif kebinet berubeh kembali menjadi parlementer lagi. Terhadap tindakan-tindakan tersebut tidak ada peraturan yang tegas secara tertulis, pendapat umum cenderung melakukannya,, apabila tidak dilaksanakan, dianggap tidak benar.

Undang-Undang Dasar 1945 ialah keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal (Pasal II Aturan Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I hingga dengan Bab XVI) dan 72 pasal (pasal 1 hingga dengan pasal 37), ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV perihal DPA dihapus, dalam amandemen keempat klarifikasi tidak lagi merupakan kesatuan Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak sanggup dipisahkan.
Dengan demikian pengertian Undang-Undang Dasar 1945 sanggup digambarkan sebagai berikut :
  • Undang-Undang Dasar 1945
  • PEMBUKAAN
  • Terdiri dari : 4 ALINEA
  • ALINEA 4 : Terdapat rumusan Sila-sila dari Pancasila dan PASAL-PASAL
  • Terdiri dari : Bab I s.d. Bab XVI (20 Bab) Pasal 1 s.d. Pasal 37 (72 Pasal), ditambah 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan

Sumber Hukum : 

Undang Undang Dasar 1945

Refeensi :

  1. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Liberty, 1986,
  2. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=perundang-undangan-statue