Showing posts sorted by date for query pengertian-hukum-pidana. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query pengertian-hukum-pidana. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Ilmu Perundang Undangan



KGgoAAAANSUhEUgAAAQcAAADGCAIAAABQCtJVAAAgAElEQVR Ilmu Pengetahuan  Ilmu Perundang Undangan

 Ilmu Perundang Undangan


Januari 20, 2015 by Sugi Arto

 

1.        Latar Belakang

Sebelum melangkah lebih jauh pembahasan wacana kekerabatan antara Hukum dan perundang-undangan, seyogyanya terlebih dahulu mengetahui wacana definisi dari keduanya.

Dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 tersirat suatu makna, bahwa Negara Republik Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 agustus 1945 yaitu Negara yang berdasar atas aturan (Rechtsstaat) dalam arti Negara pengurus (Verzorgingsstaat).

Pengembangan ilmu di bidang perundang-undangan sanggup mendorong fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan yang sangat diharapkan kehadirannya, oleh lantaran Negara yang menurut aturan modern tujuan utamanya dari pembentukan perundang-undangan bukan lagi membuat kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, akan tetapi tujuan utama perundang-undangan itu yaitu membuat modofikasi atau perubahan dalam kehidupan masyarakat.

Perbedaan antara kodifikasi dan modifikasi telah nampak jelas. Peraturan perundang-undangan secara kodifikasi yaitu penyusunan dan penetapan perundang-undang secara sistematis mengenai bidang aturan yang agak luas dan dikumpulkan dalam suatu kitab, bentuk aturan ini diperbaharui namun isinya diambilkan dari aturan yang sudah ada, otomatis dengan perubahan  dan perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin cepat hanya akan menjadikan aturan selalu berjalan di belakang dan akan ketinggalan zaman. Sedangkan modifikasi yaitu peraturan perundang-undangan yang memutuskan peraturan-peraturan gres dan yang mengubah hubungan-hubungan social.

Dalam penerapannya, baik dengan kodifikasi maupun modifikasi terdapat banyak sekali laba dan kerugian. Apa bila digunakan cara kodifikasi , seseorang akan dengan gampang menemukan peraturan mengenai suatu bidang hukum, lantaran terkumpul dalam suatu kitab undang-undang. Selain itu akan gampang diterima oleh masyarakat lantaran di dalamnya terdapat nilai-nilai yang telah mengendap dalam masyarakat. Kerugiannya yaitu bahwa dalam pembentukannya memerlukan waktu yang usang (dan sering ketinggalan zaman), selain itu kodifikasi akan sulit melaksanakan perubahan prinsipil aturan itu.

Dalam modifikasi terdapat keuntungan, antara lain bahwa pembentukannya tidak memakan waktu yang lama, dan aturan akan selalu berada di depan walaupun kadang kala aturan yang dirumuskan kurang sesuai dengan kehendak masyarakat.

Sebenarnya para sarjana telah usang mencari suatu batasan wacana aturan tetapi belum ada yang sanggup menawarkan suatu batasan atau definisi yang tepat. Batasan-batasan yang diberikan sangat bermacam-macam, berbrda satu sama lainnya.

Untuk pembahsan selanjutnya, akan kita bahas dengan beberapa hal yang berkenaan dengan ilmu perundang-undangan.

Mengapa Hukum memerlukan Perundang-undangan. Jika me;ihat arti secara etimologi terdapat empatb macam istilah yaitu aturan berasal dari bahasa Arab yaitu yang mempunyai bentuk jamak “Alkas”, dari bahasa latin yaitu “recht” yang mempunyai arti tuntutan, atau Ius yang berarti aturan atau hukum, dan Lex yang artinya mengumpulkan yaitu mengumpulkan orang-orang untuk diberi perintah.

Sedangkan definisi secara istilah sangat banyak diungkapkan oleh para pakar dan sangat berbeda-beda, tetapi sanggup disimpulkan bahwa aturan yaitu himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan hukuman eksekusi bagi mereka yang melanggarnya (Soeroso:2006).

Ilmu aturan tidak melihat sebuah aturan itu yaitu chaos atau mass of rules, tetapi melihatnya sebagai sebuah sistem, Arti penting sebuah aturan aialah hubungannya dengan peraturan-peraturan aturan lain secara sistematis.

Hubungan yang sistematis tersebut sanggup kita lihat dari komponen-komponen ilmu yang meliputinya, diantaranya yaitu :

  1. Masyarakat umum, yang merupakan himpunan kesatuan-kesatuan hukum, baik individu atau kelompok,
  2. Budaya Hukum, merupakan hasil olah insan dalam mengatur kehidupannya,
  3. Ilmu Hukum, merupakan penjabaran , pengkajian, dan pengembangan teori-teori hukum,
  4. Konsep Hukum, merupakan formulasi kebijakan aturan yang ditetapkan oleh suatu masyakat hukum,
  5. Filsafat Hukum, merupakan hasil pemikiran mengenai aturan yang mendalam,
  6. Pembentukan Hukum, yaitu proses pembentuksn hukum,
  7. Bentuk Hukum, yang kemudian diklasifikasikan dengan dua bentuk yaitu tertulius dan tidak tertulis,
  8. Penerapan Hukum, yang merupakan penyelenggaraan pengaturan kekerabatan aturan setiap kesatuan aturan dalam masyarakat,
  9. Eevaluasi Hukum, merupakan penentuan kualitas hukum, menelaah setiap komponen fungsi dan sistemnya.

2.        Pengertian Ilmu Perundang-undangan

Ilmupengetauhan perundang-undangan secara umum terjemahan dari gesetzgebungswissenschaft yaitu suatu cabang ilmu baru, yang mula-mula berkembang di Eropa Barat, terutama di Negara-negara yang berbahasa Jerman. Istilah lain yang juga sering digunakan yaitu Wetgevingswetenschap, atau science of legislation.

Tokoh-tokoh utama yang mencetuskan bidang ilmu ini antara lain yaitu peter noll (1973) dengan istilah gesetzgebunglehre, jurgen rodig (1975), dengan istilah gesetzgebunglehre, burkhardt krems (1979) dan Werner maihofer (1981) dengan istilah gesetzgebungswissenchaft. Di belanda antara lain S.O. van poelje (1980) dengan istilah wetgevingsleer atau wetgevingskunde, dan W.G van der velden (1988) dengan istilah wetgevingstheorie, sedangkan di Indonesia diajukan oleh Hamid S. Attamimi (1975) dengan istilah ilmu pengetauhan perundang-undangan.

Menurut burkhadt krems, ilmu pengetauhan perundang-undangan yaitu ilmu pengetauhan wacana pembentukan peraturan Negara, yang merupakan ilmu yang bersifat interdisipliner. Selain itu, ilmu peraturan perundang-undangan juga berafiliasi dengan ilmu politik dan sosiologi, secara garis besar sanggup dibagi menjadi dua kepingan besar, yaitu :

  1. Teori perundang-undangan yaitu berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan makna atau pengertian-pengertian dan bersifat kognitif,
  2. Ilmu perundang-undangan yaitu berorientasi pada melaksanakan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif.
Burkhardt krems membagi lagi kepingan kedua tersebut kedalam tiga sub kepingan yaitu :
  1. Proses perundang-undangan (gesetzebungverfahren)
  2. Metode perundang-undangan (gesetzebungsmethode), dan
  3. Teknik perundang-undangan (gesetzebungstechnic)
Arti perundang-undangan atau istilah dan pengertian Perundang-undangan secara etimologis, Perundang-undangan berasal dari istilah ‘undang-undang’, dengan awalan ‘per’ dan akhiran ‘an’. Imbuhan Per-an memperlihatkan arti segala hal yang berafiliasi dengan undang-undang. Sedangkan secara maknawi, pengertian perundang-undangan belum ada kesepakatan. Ketidaksepakatan banyak sekali andal sebagian besar ketika hingga pada kasus apakah perundang-undangan mengandung arti proses pembuatan atau mengandung arti hasil (produk) dari pembuatan perundang-undangan.

Istilah perundang-undangan untuk menggambarkan proses dan teknik penyusunan atau pembuatan keseluruhan Peraturan Negara, sedangkan istilah peraturan perundang-undangan untuk menggambarkan keseluruhan jenis-jenis atau macam Peraturan Negara. Dalam arti lain Peraturan Perundang-undangan merupakan istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan banyak sekali jenis (bentuk) peraturan (produk aturan tertulis) yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum yang dibuat oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang.

Dari pengertian-pengertian di atas, bila dicermati bahwa aturan yaitu himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dan perundang-undangan yaitu proses dan teknik penyusunan dari himpunan peraturan hukum, kita sanggup menarik sebuah garis besar bahwa suatu aturan harus dproduksi sebagai produk aturan dengan sebuah proses dan teknik yang kemudian disebut sebagai Peraturan Perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
  1. bersifat tertulis,
  2. mengikat umum, dan
  3. dikeluarkan oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang.
Berdasarkan kriteria ini, maka tidak setiap aturan tertulis yang dikeluarkan Pejabat merupakan Peraturan perundang-undangan, alasannya yaitu sanggup saja bentuknya tertulis tapi tidak mengikat umum, namun hanya untuk perorangan berupa Keputusan (Beschikking) misalnya. Atau ada pula aturan yang bersifat untuk umum dan tertulis, namun lantaran dikeluarkan oleh suatu organisasi maka hanya berlaku untuk intern anggotanya saja.


3.      Fungsi Peraturan Perundang-Undangan

Fungsi peraturan perundang-undangan, yang sanggup dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu:


1)       Fungsi Internal


Fungsi Internal yaitu fungsi pengaturan perundang-undangan sebagai sub sistem aturan (hukum perundang-undangan) terhadap sistem kaidah aturan pada umumnya secara internal, peraturan perundang-undangan menjalankan fungsi penciptaan hukum, fungsi pembaharuan hukum, fungsi integrasi pluralisme hukum, fungsi kepastian hukum. Secara internal, peraturan perundang-undangan menjalankan beberapa fungsi:

a.       Fungsi penciptaan hukum

Penciptaan aturan (rechtschepping) yang melahirkan sistem kaidah aturan yang berlaku umum  dilakukan atau terjadi melalui  beberapa cara yaitu melalui putusan hakim (yurisprudensi). Kebiasaan yang tumbuh sebagai praktek dalam kehidupan masyarakat atau negara, dan peraturan perundang-undangan sebagai keputusan tertulis pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berlaku secara umum. Secara tidak langsung, aturan sanggup pula terbentuk melalui ajaran-ajaran aturan (doktrin) yang diterima dan digunakan dalam pembentukan hukum.

b.       Fungsi pembaharuan hukum

Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen yang efektif dalam pembaharuan aturan (law reform) dibandingkan dengan penggunaan aturan kebiasaan atau aturan yurisprudensi. Telah dikemukakan, pembentukan peraturan perundang-undangan sanggup direncanakan, sehingga pembaharuan aturan sanggup pula direncakan. Peraturan perundang-undangan tidak hanya melaksanakan fungi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan (yang telah ada). Peraturan perundang-undangan sanggup pula dipergunakan Sebagai sarana memperbaharui yurisprudensi. Hukum kebiasaan atau aturan adat. Fungsi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan antara lain dalam rangka mengganti peraturan perundang-undangan dari masa pemerintahan Hindia Belanda. Tidak pula kalah pentingnya memperbaharui peraturan perundang-undangan nasional  (dibuat sesudah kemerdekaan) yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan baru. Di bidang aturan kebiasaan atau aturan adat. Peraturan perundang-undangan berfungsi mengganti aturan kebiasaan atau aturan moral yang tidak sesuai dengan kenyataan-kenyataan baru. Pemanfaat peraturan perundang-undangan sebagai instrumen pembaharuan aturan kebiasaan atau aturan moral sangat bermanfaat, lantaran dalam hal-hal tertentu kedua aturan yang disebut belakangan tersebut sangat rigid terhadap perubahan.

c.        Fungsi integrasi pluralisme sistem hukum

Pada dikala ini masih berlaku banyak sekali sistem aturan (empat macam sistem hukum), yaitu: “sistem aturan kontinental (Barat), sistem aturan adat, sistem aturan agama (khususnya lslam) dan sistem aturan nasional”. Pluralisme sistem aturan yang berlaku hingga dikala ini merupakan salah satu warisan kolonial yang harus ditata kembali. Penataan kembali banyak sekali sistem aturan tersebut tidaklah dimaksudkan meniadakan banyak sekali sistem aturan – terutama sistem aturan yang hidup sebagai satu kenyataan yang dianut dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat. Pembangunan sistem aturan nasional yaitu dalam rangka mengintegrasikan banyak sekali sistem aturan tersebut sehingga tersusun dalam satu tatanan yang serasi satu sama lain. Mengenai pluralisme kaidah aturan sepenuhnya bergantung pada kebutuhan aturan masyarakat. Kaidah aturan sanggup berbeda antara banyak sekali kelompok masyarakat, tergantung pada keadaan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.

d.       Fungsi kepastian hukum

Kepastian aturan (rechtszekerheid, legal certainty) merupaken asas penting dalam tindakan aturan (rechtshandeling) dan penegakan aturan (hendhaving, uitvoering). Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa peraturan perundang-undangan depat menawarkan kepastian aturan yang lebih tinggi dan pada aturan kebiasan, aturan adat, atau aturan yurisprudensi. Namun, perlu diketahui, kepastian aturan peraturan perundang-undangan tidak semata-mata diletakkan pada bentuknya yang tertulis (geschreven, written).


2)       Fungsi Eksternal


Fungsi Eksterrnal alah keterkaitan peraturan perundang-undangan dengan tempat berlakunya. Fungsi eksternal ini sanggup disebut sebagai fungsi sosial hukum, yang meliputi fungsi perubahan, fungsi stabilisasi, fungsi kemudahan. Dengan demikian, fungsi ini sanggup juga berlaku pada hukum-hukum kebiasaan, aturan adat, atau aturan yurisprudensi. Bagi Indonesia, fungsi sosial ini akan lebih diperankan oleh peraturan perundang-undangan, lantaran banyak sekali pertimbangan yang sudah disebutkan di muka. Fungsi sosial ini sanggup dibedakan:

a)        Fungsi perubahan

Telah lama  di kalangan pendidikan aturan diperkenalkan fungsi perubahan ini yaitu aturan sebagai sarana pembaharuan (law as social engineering). Peraturan perundang-undangan diciptakan atau dibentuk  untuk mendorong perubahan masyarakat di bidang ekonomi, sosial, maupun budaya. Masyarakat “patrilineal” atau “matrilineal” sanggup didorong menuju masyarakat “parental” melalui peraturan perundang-undangan perkawinan.

b)      Fungsi stabilisasi

Peraturan perundang-undangan sanggup pula berfungsi sebagai stabilisasi. Peraturan perundang-undangan di bidang pidana, di bidang ketertiban dan keamanan yaitu kaidah-kaidah yang terutama bertujuan menjami stabilitas masyarakat. Kaidah stabilitas sanggup pula meliputi kegiatan ekonomi, menyerupai pengaturan kerja, pengaturan tata cara perniagaan dan lain-lain. Demikian pula di lapangan pengawasan terhadap budaya luar, sanggup pula berfungsi menstabilkan sistem soeial budaya yang telah ada.

c)      Fungsi kemudahan

Peraturan perundang-undangan sanggup pula dipergunakan sebagai sarana mengatur banyak sekali kemudahan (fasilitas). Peraturan perundang-undangan yang berisi ketentuan insentif menyerupai dispensasi pajak, penundaan pengenaan pajak, penyederhanaan tata cara perizinan, struktur permodalan dalam penanaman modal merupakan kaidah-kaidah kemudahan. Namun perlu diperhatikan, tidak selamanya, peraturan kemudahan akan serta merta membuahkan tujuan pertolongan kemudahan. Dalam penanaman modal misalnya, selain kemudahan-kemudahan menyerupai disebutkan di atas diharapkan juga persyaratan lain menyerupai stabilitas politik, sarana dan prasarana ekonomi, ketenagakerjaan, dan lain sebagainya.

Uraian lain wacana fungsi peraturan perundang-undangan dikemukakan oleh andal peraturan perundang-undangan kenamaan menyerupai Robert Baldwin & Martin Cave, yang mengemukakan bahwa peraturan perundang-undangan mempunyai fungsi:
  • mencegah monopoli atau ketimpangan kepemilikan sumber daya;
  • mengurangi dampak negatif dari suatu acara di komunitas atau lingkungannya;
  • membuka informasi bagi publik dan mendorong kesetaraan antar kelompok (mendorong perubahan institusi, atau affirmative action kepada kelompok marginal);
  • mencegah kelangkaan sumber daya publik dari eksploitasi jangka pendek;
  • menjamin pemerataan kesempatan dan sumber daya serta keadilan sosial, ekspansi saluran dan redistribusi sumber daya; dan
  • memperlancar koordinasi dan perencanaan dalam sektor ekonomi.

Dua kutipan fungsi peraturan perundang-udangan sebagaimana dikemuka-kan di atas, intinya menunjuk pada keberadaan fungsi sebuah aturan atau peraturan perundang-undangan dalam sebuah negara yang menurut hukum. Sebagai negara aturan dan menganut paham konstsitusionalisme, Indonesia terang membutuhkan adanya banyak sekali pembatasan kewenangan negara dan jaminan serta komitmen negara untuk memenuhi hak-hak warga negara, secara tertulis. Hal yang sama juga terjadi di negara-negara lain. Di sinilah peraturan perundang-undangan menjalankan fungsi utamanya, yakni sebagai instrumen sekaligus kerangka arah pembangunan nasional.

Merujuk pada fungsi peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis-jenisnya, UU No. 10 Tahun 2004 secara implisit menyebutkan fungsi-fungsi sebagai berikut:

1.        Fungsi UUD 1945

  • Menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai satu fungsi konstitusionalisme.
  • Memberikan  legitimasi terhadap kekuasaan pemerintahan.
  • Sebagai instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau Raja dalam sistem Monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara.
  • Sebagai kepala negara simbolik.
  • Sebagai kitab suci simbolik dari suatu agama  civil atau syari’at negara (civil religion).

2.        Fungsi Undang-undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

  • Menyelenggarakan peraturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang tegas-tegas menyebutnya.
  • Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam batang badan Undang-Undang Dasar 1945.
  • Pengaturan lebih lanjut materi Undang-Undang Dasar 1945.

3.        Fungsi Peraturan Pemerintah

  • Pengaturan lebih lanjut dalam ketentuan UU yang lebih tegas menyebutnya.
  • Menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan dalam UU yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.

4.        Fungsi Peraturan Presiden

  • Pengaturan lebih lanjut ketentuan UU dan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
  • Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka menyelenggarakan kekuasaan pemerintah. 

5.        Fungsi Peraturan Daerah

  • Menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, yang secara tegas menyebutnya.
  • Menyelenggarakan lebih lanjut kententuan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.

6.        Fungsi Peraturan selain Peraturan Perundang-udangan

  • Menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan peraturan perundang-undangan yang berada pada hirarkhi di atasnya.
  • Menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas dan fungsi-fungsi kelembagaan masing-masing, yang secara tegas disebutkan atau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada pada hirarkhi lebih tinggi.


4. Asas-Asas Pembentuk Peraturan Perundang-Undangan


Asas yaitu dasar atau sesuatu yang dijadikan rujukan berpikir, beropini dan bertindak. Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan berati dasar atau sesuatu yang dijadikan rujukan dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Padanan kata asas yaitu prinisip yang berarti kebenaran yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, beropini dan bertindak.

Asas juga merupakan sandaran di dalam PembentukanPerundang-undangan diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di dalam undang-undang tersebut asas di bagi menjadi dua, yaitu asas Perunang-undangan dan asas materi muatan Perundang-undangan.

Dalam menyusun peraturan Perundang-undangan banyak para andal yang mengemukakan pendapatnya. Meskipun berbeda redaksi, intinya bermacam-macam pendapat itu mengarah pada substansi yang sama. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat ahli, kemudian penulis akan mengklasifikasikannya ke dalam dua kepingan kelompok asas utama (1) asas materil atau prinsip-prinsip substantif; dan (2) asas formal atau prinsip-prinsip teknik pembentukan peraturan perundang-undangan.

Prof. Purnadi Purbacaraka dan Prof. Soerjono Soekanto, memperkenalkan enam asas sebagai berikut:
  1. Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif);
  2. Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula;
  3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogat lex generalis);
  4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatal-kan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex posteriori derogate lex periori);
  5. Peraturan perundang-undangan tidak sanggup di ganggu gugat;
  6. Peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin sanggup mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat).
Hampir sama dengan pendapat andal sebelumnya Amiroedin Sjarief, mengajukan lima asas, sebagai berikut:
  1. Asas tingkatan hirarkhi;
  2. Peraturan perundang-undangan tidak sanggup di ganggu gugat;
  3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyam-pingkan UU yang bersifat umum (lex specialis derogate lex generalis);
  4. Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut;
  5. UU yang gres menyampingkan UU yang usang (lex posteriori derogat lex periori).
Pendapat yang lebih terperinci di kemukakan oleh I.C van der Vlies di mana asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sanggup dibagi menjadi dua, yaitu asas formal dan asas materil.

Asas formal mencakup:

1.        Asas tujuan yang terang (beginsel van duetlijke doelstelling);
2.        Asas organ / forum yang sempurna (beginsel van het juiste organ);
3.        Asas perlu pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);
4.        Asas sanggup dilaksanakan (het beginsel van uitvoorbaarheid);
5.        Asas konsensus (het beginsel van consensus).

Sedangkan yang masuk asas materiil adalah sebagai berkut:
  1. Asas terminologi dan sistimatika yang benar (het beginsel van duitdelijke terminologie en duitdelijke systematiek);
  2. Asas sanggup dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);
  3. Asas perlakuan yang sama dalam aturan (het rechsgelijkheids beginsel);
  4. Asas kepastian aturan (het rechtszekerheidsbeginsel);
  5. Asas pelaksanaan aturan sesuai dengan keadaan individual (het beginsel van de individuale rechtsbedeling).
Pendapat terakhir dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi sebagaimana dikutip oleh Maria Farida, yang menyampaikan bahwa pembentukan peraturan perundang–undangan Indonesia yang patut akan mengikuti pedoman dan bimbingan yang diberikan oleh cita negara aturan yang tidak lain yaitu Pancasila, yang oleh Attamimi diistilahkan sebagai bintang pemandu, prinsip negara aturan dan konstitusionalisme, di mana sebuah negara menganut paham konstitusi.

Lebih lanjut mengenai A. Hamid. S. Attamimi, menyampaikan bila dihubungkan pembagian atas asas formal dan materil, maka pembagiannya sebagai berikut :

1.        Asas–asas formal:
  • Asas tujuan yang jelas.
  • Asas perlunya pengaturan.
  • Asas organ / forum yang tepat.
  • Asas materi muatan yang tepat.
  • Asas sanggup dilaksanakan.
  • Asas sanggup dikenali.
2.        Asas–asas materiil:
  • Asas sesuai dengan cita aturan Indonesia dan norma mendasar negara.
  • Asas sesuai dengan aturan dasar negara.
  • Asas sesuai dengan prinsip negara menurut hukum.
  • Asas sesuai dengan prinsip pemerintahan menurut konstitusi.
Berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para andal di atas, intinya menunjuk pada bagaimana sebuah peraturan perundang-undangan dibuat, baik dari segi materi-materi yang harus dimuat dalam peraturan perundang-undangan, cara atau teknik pembuatannya, akurasi organ pembentuk, dan lain-lain. Untuk memudahkan pemahaman, di bawah ini akan diuraikan klarifikasi asas-asas itu yang dikelompokkan ke dalam 3 kepingan asas yang harus dipenuhi. Uraian berikut ini sebagian besar mengacu pada Undang Undang No. 10 Tahun 2004 wacana Pembentukan Peraturan perundang-undangan, dengan aksesori dan klarifikasi yang dideduksi dari uraian para ahli.

Daftar Pustaka

  1. Undang Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
  2. Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Yogyakarta: Kanisius, 2007,  hal. 1-6.
  3. A. Hanid S. Attamimi, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan dan pengemangan pengajarannya di fakultas hukum,
  4. Bagir Manan, Fungsi dan Materi Peraturan Perundang-Undangan, (Makalah tidak dipublikasikan), Jakarta, 1994
  5. Robert Baldwin & Martin Cave, Understanding Regulation: Theory, Strategi and Practice, UK, Oxford University Press: 1999, dalam Luky Djani, Efektivitas-Biaya dalam Pembuatan Legislasi, Jakarta: Jurnal Hukum Jentera, Oktober 2005, h. 38
  6. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, Edisi III, h.70
  7. Supardan Modeong, Teknik Perundang-undangan di Indonesia, PT Perca (Jakarta Timur, 2005), hal. 71
  8. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Peraturan perundang-undangan dan Yurisprudensi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1989, Cet. Ke-3, h. 7-11
  9. Amiroedin Sjarif, Peundang-undangan Dasar; Jenis dan Teknik Membuatnya, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, h. 78-84