Ilmu Pengetahuan Pengertian Kerja Rodi

Kerja Rodi mempunyai arti kerja tanpa upah, tanpa istirahat demi membangun sebuah benteng dan jalan raya, tanpa membantah apa yang telah diperintahkan oleh tentara Belanda, dan menuruti apa yang diperintahkannya. Setelah lebih kurang 200 tahun berkuasa, kesannya VOC (Kompeni) mengalami kemunduran dan kebangkrutan. Hal ini disebabkan banyak biaya perang yang dikeluarkan untuk mengatasi perlawanan penduduk, terjadinya korupsi di antara pegawai-pegawainya, dan timbulnya persaingan dengan kongsi-kongsi dagang yang lain.

Tenaga kerja yakni setiap orang yang bisa melaksanakan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. (Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Bab I Pasal 1 ayat 2).

Kompeni arif memakai rodi ini untuk kepentingan sendiri. Rodi dipakai untuk segala macam keperluan menyerupai mendirikan pabrik, jalan untuk penganngkutan barang dan sebagainya, untuk pekerjaan lainnya bagi kepentingan pegawai kompeni.

Faktor-faktor itulah, kesannya pada tanggal 31 Desember 1799, secara resmi VOC dibubarkan. Kekuasaan VOC lalu diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Hal ini secara tidak eksklusif memengaruhi koloni Belanda di Indonesia. Perubahan politik yang terjadi di Belanda, merupakan efek revolusi yang dikendalikan oleh Prancis. Dalam revolusi tersebut, kekuasaan raja Willem V runtuh, dan berdirilah Republik Bataaf. Tidak usang lalu Republik Bataaf juga dibubarkan dan Belanda dijadikan kerajaan di bawah efek Prancis, sebagai rajanya yakni Louis Napoleon.

Pada tanggal 1 Januari 1808 Louis Napoleon lalu mengirim Herman Willem Daendels sebagai gubernur jenderal dengan kiprah utama mempertahankan pulauJawa dari bahaya Inggris. Juga diberi kiprah mengatur pemerintahan di Indonesia. Pada tanggal 15 Januari 1808 Daendels mendapatkan kekuasaan dari Gubernur Jenderal Weise. Daendels dibebani kiprah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, lantaran Inggis telah menguasai tempat kekuasaan VOC di Sumatra, Ambon, dan Banda. Sebagai gubernur jenderal, langkah-langkah yang ditempuh Daendels, antara lain: Meningkatkan jumlah tentara dengan jalan mengambil dari banyak sekali suku bangsa di Indonesia. Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya. Membangun pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon. Membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan, sepanjang ± 1.100 km. Membangun benteng-benteng pertahanan.

 Kerja Rodi mempunyai arti kerja tanpa upah Ilmu Pengetahuan Pengertian Kerja Rodi
Illustrasi Kerja Rodi

Dalam rangka mewujudkan langkah-langkah tersebut Daendels menerapkan sistem kerja paksa (rodi). Selain menerapkan kerja paksa Daendels melaksanakan banyak sekali perjuangan untuk mengumpulkan dana dalam menghadapi Inggris. Langkah tersebut antara lain: Mengadakan penyerahan hasil bumi (contingenten). Memaksa rakyat-rakyat menjual hasil buminya kepada pemerintah Belanda dengan harga murah (verplichte leverantie). Melaksanakan (Preanger Stelsel), yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyat Priangan untuk menanam kopi. Menjual tanah-tanah negara kepada pihak swasta abnormal menyerupai kepada Han Ti Ko seorang pengusaha Cina. Kebijakan yang diambil Daendels sangat berkaitan dengan kiprah utamanya yaitu untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.Berikut ini kebijakan- kebijakan yang diberlakukan Daendels terhadap kehidupan rakyat. Semua pegawai pemerintah mendapatkan honor tetap dan mereka dihentikan melaksanakan acara perdagangan. Melarang penyewaan desa, kecuali untuk memproduksi gula, garam, dan sarang burung. Menerapkan sistem kerja paksa (rodi) dan membangun ketentaraan dengan melatih orangorang pribumi. Membangun pelabuhan- pelabuhan dan menciptakan kapal perang berukuran kecil.

Cultuurstelsel (harafiah: Sistem Kultivasi atau secara kurang sempurna diterjemahkan sebagai Sistem Budi Daya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa, yakni peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak mempunyai tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.

Pada praktiknya peraturan itu sanggup dikatakan tidak berarti lantaran seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laris ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang dipakai untuk praktik cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak mempunyai lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.

Tanam paksa yakni kala paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC lantaran ada target pemasukan penerimaan negara yang sangat diharapkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, sekarang harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang menunjukkan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940.

Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku aktivis dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839. Cultuurstelsel lalu dihentikan sehabis muncul banyak sekali kritik dengan dikeluarkannya Undang Undang Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali kala liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.

Rodi merupakan kerja paksa yang dilakukan oleh rakyat untuk kepentingan pihak penguasa atau pihak lain dengan tanpa tunjangan upah, dilakukan di luar batas perikemanusiaan. Pada kerajaan-kerajaan di Jawa, rodi itu dilakukan untuk kepentingan raja dan anggota keluarganya, para pembesar, para kepala dan pegawai serta kepentingan umum menyerupai pembuatan dan pemeliharaan jalan, jembatan dan sebagainya.


Pada tahun 1830 pada ketika pemerintah penjajah hampir gulung tikar sehabis terlibat perang Jawa terbesar (Perang Diponegoro, 1825-1830), Gubernur Jenderal Judo menerima izin khusus melaksanakan sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) dengan tujuan utama mengisi kas pemerintahan jajahan yang kosong, atau menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan.

Sistem tanam paksa berangkat dari perkiraan bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah, yang biasanya diperhitungkan senilai 40% dari hasil panen utama desa yang bersangkutan. Van den Bosch ingin setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanam komoditi ekspor ke Eropa (kopi, tebu, dan nila). Penduduk dipaksa untuk memakai sebagian tanah garapan (minimal seperlima luas, 20%) dan menyisihkan sebagian hari kerja untuk bekerja bagi pemerintah.

Dengan mengikuti tanam paksa, desa akan bisa melunasi utang pajak tanahnya. Bila pendapatan desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada pajak tanah yang mesti dibayar, desa itu akan mendapatkan kelebihannya. Jika kurang, desa tersebut mesti membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain.

Sistem tanam paksa diperkenalkan secara perlahan semenjak tahun 1830 hingga tahun 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah sepenuhnya berjalan di Jawa. Pemerintah kolonial memobilisasi lahan pertanian, kerbau, sapi, dan tenaga kerja yang serba gratis. Komoditas kopi, teh, tembakau, tebu, yang permintaannya di pasar dunia sedang membubung, dibudidayakan.

Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun sendiri, melainkan punya hasil higienis 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja kerajaan berasal kiriman dari Batavia. Pada 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda disumbang dari Oost Indische atau Hindia Belanda. Langsung atau tidak langsung, Batavia menjadi sumber modal. Misalnya, membiayai kereta api nasional Belanda yang serba mewah. Kas kerajaan Belanda pun mengalami surplus.

Badan operasi sistem tanam paksa Nederlandsche Handel Maatchappij (NHM) merupakan reinkarnasi VOC yang telah bangkrut. Akibat tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada tahun 1843, muncul tragedi kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa Tengah, tahun 1850.

Sumber :

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment