Ilmu Pengetahuan Pembagian Terstruktur Mengenai Aturan Pidana

By Sugi Arto

Menurut sifatnya, aturan sanggup digolongkan 2 bentuk sifatnya, yaitu sebagai berikut:
  1. Hukum yang memaksa yaitu aturan yang dalam keadaan bagaimana pun juga harus danmempunyai paksaan mutlak. Contoh: aturan pidana
  2. Hukum yang mengatur yaitu aturan yang sanggup dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah menciptakan peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Contoh: aturan dagang.

Secara substansial atau Ius Poenalle ini merupakan aturan pidana dalam arti obyektif yaitu “sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman”.

Hukum yang memaksa yaitu aturan yang dalam keadaan bagaimana pun juga harus danmempunyai p Ilmu Pengetahuan Klasifikasi Hukum Pidana
Klasifikasi Hukum Pidana

Hukum pidana sanggup dikelompokkan menurut :

1. Hukum Pidana Obyektif


Hukum Pidana dalam arti obyektif terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu:
  1. Hukum Materil ialah cabang Hukum Pidana yang memilih perbuatan-perbuatan kriminal yang tidak boleh oleh Undang-Undang, dan hukuman-hukuman yang ditetapkan bagi yang melakukannya. Cabang yang merupakan bab dari Hukum Publik ini mepunyai keterkaitan dengan cabang Ilmu Hukum Pidana lainnya, menyerupai Hukum Acara Pidana, Ilmu Kriminologi dan lain sebagainya.
  2. Hukum Formil (Hukum Acara Pidana) Untuk tegaknya aturan materiil dibutuhkan aturan acara. Hukum program merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara biar aturan (materil) itu terwujud atau sanggup diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya. Tanpa aturan program maka tidak ada manfaat aturan materiil. Untuk menegakkan ketentuan aturan pidana dibutuhkan aturan program pidana, untuk aturan perdata maka ada aturan program perdata. Hukum program ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim.

Dr. Mansur Sa’id Isma’il dalam diktat “Hukum Acara Pidana”-nya memaparkan defenisi Hukum Acara Pidana sebagai ”kumpulan kaidah-kaidah yang mengatur dakwa pidana—mulai dari mekanisme pelaksanaannya semenjak waktu terjadinya pidana hingga penetapan aturan atasnya, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan aturan yang tumbuh dari mekanisme tersebut—baik yang berkaitan dengan dugaan pidana maupun dugaan perdata yang merupakan dakwa turunan dari dakwa pidana, dan juga pelaksanaan peradilannnya.”. Dari sini, terang bahwa substansi Hukum Acara Pidana meliputi:
  1. Dakwa Pidana, semenjak waktu terjadinya tindak pidana hingga berakhirnya aturan atasnya dengan bermacam-macam tingkatannya.
  2. Dakwa Perdata, yang sering terjadi akhir dari tindak pidana dan yang diangkat sebagai dakwa turunan dari dakwa pidana.
  3. Pelaksanaan Peradilan, yang meniscayakan campur-tangan pengadilan.
Dan atas dasar ini, Hukum Acara Pidana, sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang merupakan tujuan pelaksanaannya, dikategorikan sebagai cabang dari Hukum Publik, lantaran sifat global sebagian besar dakwa pidana yang diaturnya dan lantaran terkait dengan kepentingan Negara dalam menjamin efisiensi Hukum Kriminal. Oleh alasannya yaitu itu, Undang-Undang Hukum Acara ditujukan untuk permasalahan-permasalahan yang relatif rumit dan kompleks, lantaran harus menjamin keselarasan antara hak masyarakat dalam menghukum pelaku pidana, dan hak pelaku pidana tersebut atas jaminan kebebasannya dan nama baiknya, dan kalau memungkinkan juga, berikut pembelaan atasnya. Untuk mewujudkan tujuan ini, para andal telah bersepakat bahwa Hukum Acara Pidana harus benar-benar menjamin kedua belah pihak—pelaku pidana dan korban.

2. Hukum Pidana Subyektif


Hukum Pidana Subyektif yaitu hak yang dimiliki penguasa untuk memberi pidana terhadap pelaku tindak pidana sanggup diatur dalam undang-undang. Hukum Pidana dalam arti Subyektif, yang disebut juga “Ius Puniendi”, yaitu “sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melaksanakan perbuatan yang dilarang”.

3. Ruang Lingkup


  1. Hukum Pidana Umum, yakni aturan pidana yang berlaku umum, berlaku untuk semua warga negara. Contoh : KUHPidana, dan
  2. Hukum Pidana Khusus, yakni aturan pidana yang berlaku khusus atau berlaku hanya untuk golongan tertentu. Contoh : aturan pidana untuk militer.

4. Tempat berlakunya


  1. Hukum Pidana Umum, yaitu aturan pidana yang berlaku secara nasional, dan
  2. Hukum Pidana Khusus, yaitu aturan pidana yang berlaku di kawasan / lokal.

5. Sumbernya


  • Hukum Pidana Umum, yakni aturan pidana yang semua ketentuan bersumber pada aturan pidana yang telah dibukukan / dikodifikasi,
  • Hukum Pidana Khusus, yakni aturan pidana yang bersumber pada undang-undang di luar dari yang telah dikodifikasikan. Jenis ini masih dibedakan lagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
  1. hukum yang hanya mengatur wacana pidana. Contoh : UU wacana KUHPidana,
  2. hukum yang tidak mengatur wacana pidana, tetapi di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan pidana. Contoh : UU wacana Hukum Perlindungan Anak, di dalamnya memuat ketentuan-ketentuan pidana.

 

Dasar hukum:


Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment