Ilmu Pengetahuan Pengertian Tindak Pidana Pengeroyokan

Hukum Dan Undang Undang Untuk mendefinisikan tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama, diharapkan ketelitian dan kejelasan yang tegas, lantaran mengingat kata pengeroyokan dalam khasanah keilmuan aturan pidana tidak terlalu terperinci pembahasannya dan hanya merupakan Bahasa yang timbul dan hidup di masyarakat sebagai realitas sosial yang sering juga disebut tindakan massa. Kaprikornus terdiri dari dua pengertian yang dirangkaikan menjadi satu yaitu pengertian perbuatan pidana dan pengertian pengeroyokan.

Kata pengeroyokan berdasarkan kamus ilmiah terkenal yaitu dengan : 
  • cara melibatkan banyak orang; bersama-sama; dan
  • secara besar-besaran (orang banyak). 
Kaprikornus berdasarkan pengertian di atas sanggup disimpulkan bahwa yaitu suatu tindakan dari sekumpulan orang banyak yang terdiri dari satu orang lebih yang tanpa batas berapa banyak jumlahnya.

Kaprikornus berdasarkan kedua pengertian di atas sanggup disimpulkan bahwa tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara gotong royong yaitu perbuatan yang dihentikan oleh aturan aturan yang berlaku disertai bahaya hukuman bagi pelanggarnya yang mana perbuatan tersebut dilakukan oleh sekumpulan orang banyak/lebih dari satu orang dimana jumlahnya tanpa batas ataupun yang biasa disebut dalam masyarakat tindakan dari “massa”.

 pengeroyokan yang dilakukan secara bersama Ilmu Pengetahuan   Pengertian Tindak  Pidana Pengeroyokan
  Pengertian Tindak  Pidana Pengeroyokan
Menurut para andal perbuatan tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara gotong royong yang menjadikan kerusakan fisik maupun non fisik dikatakan sebagai kekerasan yang bertentangan dengan hukum, kekerasan dalam hal ini baik berupa bahaya saja maupun sudah merupakan suatu tindakan kasatmata dan mempunyai akibat-akibat kerusakan terhadap harta benda atau fisik/mengakibatkan simpulan hidup pada seseorang (definisi yang sangat luas sekali, lantaran menyangkut pula “mengancam” disamping suatu tindakan nyata).

Dengan melihat definisi perihal kekerasan tersebut maka dalam pidana yang dilakukan secara pengeroyokan masuk dalam kategori kekerasan kolektif (Collective Violeng). Biasanya tindakan pengeroyokan tersebut disertai/ditandai dengan ciri-ciri yaitu :
  1. Anonimitas yaitu memindah identitas dan tanggung jawab individual ke dalam identitas dan tanggung jawab kelompok;
  2. Impersonalitas yaitu relasi antara individu di luar massa maupun di dalam massa menjadi sangat impersonal;
  3. Sugestibilitas yaitu sifat sugestif dan menularnya.
Adapun yang menjadi catatan bagi penulis dalam hal ini yaitu antara tindak pidana yang dilakukan secara pengeroyokan tidak ada perbedaan yang signifikan dengan tindak pidana yang biasa kita kenal (dilakukan) orang seorang, hanya saja yang membedakan yaitu subyek dari perbuatan tersebut yang jumlahnya lebih banyak/lebih dari satu orang. Adapun yang selama ini menjadi permasalahan yaitu terkait dengan tindakan aturan dan sumbangan hukuman yang adil serta efektif terhadap kelompok dan pelaku-pelaku atau sekumpulan orang yang mengalami kesulitan dalam pengaplikasiannya di lapangan.

Apabila dilihat dari sisi kitab undang-undang hukum pidana yang mana tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara gotong royong diatur dalam Pasal 170 KHUP, bahwa pengertian dari tindak pidana pengeroyokan itu tidak sanggup kita temukan, tetapi disebutkan dalam Pasal ini yaitu bahwa tindak pidana itu dilakukan secara terang-terangan atau terbuka didepan umum dengan tenaga gotong royong melaksanakan kekerasan terhadap orang atau barang. Tindakan terlarang disini ialah secara terbuka dengan tenaga bersama melaksanakan kekerasan terhadap orang (atau barang). Yang dimaksud dengan secara terbuka (openlijk) disini ialah bahwa tindakan itu sanggup disaksikan umum. Kaprikornus apakah tindakan itu dilakukan ditempat umum atau tidak, tidak dipersoalkan. Pokoknya sanggup dilihat oleh umum. Bahkan dalam praktek peradilan, bila tindakan itu dilakukan ditempat yang sepi, tidak ada insan yang lain melihat, penerapan delik ini dipandang tidak tepat, karna cukup delik penganiayaan saja yang diterapkan.

Sedangkan yang dimaksud dengan tenaga bersama disini yaitu bahwa beberapa tenaga dipersatukan oleh mereka yang mempunyai tenaga itu. Ini tidak berarti, dalam melaksanakan kekerasan terhadap orang misalnya, semua tangan menyekap orang itu, kemudian kaki menendangnya, kemudian semua tangan menghempaskannya. Jika ada yang menyekap, yang lain memukul dan yang lain menendang, telah terjadi penggunaan tenaga bersama.

Kaprikornus berdasarkan untuk subyek aturan (manusia) yaitu massa, yang terperinci berapa jumlah massanya yaitu dimana massa yang terlibat perbuatan pidana sanggup dihitung berapa jumlahnya serta diketahui seberapa besar keterlibatan dalam melaksanakan perbuatan pidana, lantaran hal tersebut sudah diatur dalam aturan pidana yaitu pada delik penyertaan (deelneming).

Dengan mengacu pada definisi perbuatan tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama, sanggup dilihat bahwa tidak ada perbedaan dengan perbuatan pidana pada umumnya, hanya saja yang membedakan yaitu dari segi subyek pelakunya yang lebih dari satu orang. Oleh lantaran itu perbuatan pidana yang dilakukan secara massal pembahasan dititik beratkan pada kata “pengeroyokan” .

Kaprikornus berdasarkan kata “pengeroyokan” yang menunjuk pada pelaku pada perbuatan pidana dimaksudkan yaitu dua orang lebih dan tidak terbatas maksimalnya. Maka berdasarkan hal tersebut perbuatan tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara gotong royong dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Tindak pidana yang dilakukan secara pengeroyokan dengan subyek hukumnya yang terbentuk secara terorganisir. Umumnya pada bentuk ini dikendalikan oleh operator-operator lapangan yang mengerahkan bagaimana dan sejauhmana harus bertindak. Tindakan yang dilakukan ditujukan untuk mencari laba (material) secara kelompok dan dilakukan secara ilegal (melanggar hukum). Pada bentuk yang terorganisir dalam pembentukkannya sanggup terbentuk melalui 2 (dua) cara yaitu :
  • Yang terbentuk secara terorganisir melalui organisasi, yaitu mempunyai ciri-ciri yaitu: mempunyai identitas/nama perkumpulan, mempunyai struktur organisasi, mempunyai peraturan yang mengikat anggotanya, mempunyai keuangan sendiri, berkesinambungan dan sosial oriented; dan
  • Yang terbentuk secara terorganisir tidak melalui organisasi, yaitu hanya untuk jangka pendek atau sementara sifatnya, dan impulsif dibuat untuk melaksanakan perbuatan pidana, dan apabila sudah selesai apa yang dikerjakan maka pribadi bubar. 
Pada bentuk yang pertama ini dalam melaksanakan perbuatan pidana berdasarkan TB Ronny Nitibaskara mempunyai 3 (tiga) jenis perbuatan pidana atau bahasa yang sering dipakai yaitu kekerasan massa (dapat dipersamakan dengan kekerasan kolektif), adapun jenis tersebut, yaitu :
  • Kekerasan massal primitif, yaitu yang pada umumnya bersifat nonpolitis, ruang lingkup terbatas pada suatu komunitas lokal, contohnya pengeroyokan, tawuran sekolah.
  • Kekerasan massal reaksioner, yaitu umumnya merupakan reaksi terhadap penguasa. Pelaku dan pendukungnya tidak semata-mata berasal dari suatu komunitas lokal, melainkan siapa saja yang merasa berkepentingan dengan tujuan kolektif yang menentang suatu kebijakan/sistem yang dianggap tidak adil dan jujur. Contoh : ribuan sopir angkot mogok (didukung oleh mahasiswa lantaran disulut oleh adanya kenaikan retribusi dua kali dari Rp. 400 menjadi Rp. 800 yang terjadi di Bandar Lampung tahun 1996).
Sedangkan kekerasan kolektif modern, merupakan alat untuk mencapai tujuan hemat dan politis dari satu organisasi yang tersusun dan terorganisir dengan baik.

2. Tindak pidana yang dilakukan secara pengeroyokan dengan subyek hukumnya tidak secara terorganisir yaitu sebuah reaksi terbentuk secara spontanitas tanpa adanya sebuah perencanaan terlebih dahulu. Pada jenis massa ini jauh lebih praktis berkembang menjadi amuk massa (acting mob). Adapun tindakan perihal dilakukan merupakan bentuk dari upaya untuk menarik perhatian dari publik maupun pegawanegeri penegak aturan atas kondisi sosial yang kurang memuaskan dengan cara yang ilegal. Pada bentuk kedua dalam melaksanakan perbuatan pidana dengan gotong royong yang artinya adanya kerjasama, tapi dalam kerjasama yang dilakukan terjadi dengan tanpa planning sebelumnya dan kerjasamanyapun hanya sebatas pada kerjasama fisik saja tidak non fisik. 

Sumber Hukum :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Referensi :

  1. Maulana Muhamad dkk, Kamus Ilmiah Populer. Cetakan Pertama, Absolut, Yogyakarta, 2003.
  2. Atmasasmita Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Cetakan Pertama: Eresco, Bandung. 1992.
  3. Sianturi.S.R, Tindak Pidana Di kitab undang-undang hukum pidana Berikut Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta. 1983.
  4. artonang.blogspot.com/2016/08/pengertian-deelneming-atau.html 
  5. http//www. Mail-archive.com@itb.ac.i1/ : 2007
  6. http//www. Kompas.com/kompas. Cetak/02.10/20/utama/pres/.htm : 2004
  7. http://antikorupsi.org/mod “Korupsi, Amuk Massa, dan Dagelan Hukum”: 2005

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment