Ilmu Pengetahuan Pembaharuan Aturan Pidana Di Indonesia

Pembaharuan Hukum Pidana Di IndonesiaPembaharuan hukum pidana pada hakekatnya merupakan suatu upaya melaksanakan peninjauan dan pembentukan kembali ( reorientasi dan reformasi) aturan pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofik dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia. Oleh lantaran itu, penggalian nilai-nilai yang ada dalam bangsa Indonesia dalam perjuangan pembaharuan aturan pidana Indonesia harus dilakukan biar aturan pidana Indonesia masa depan sesuai dengan sosio-politik, sosio filosofik, dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia. Pada pelakasanaanya penggalian nilai ini bersumber pada aturan adat, aturan pidana positif ( kitab undang-undang hukum pidana ), aturan agama, aturan pidana negara lain, serta kesepakatan-kesepakatan internasional mengenai materi hukum pidana.

pada hakekatnya merupakan suatu upaya melaksanakan peninjauan dan pembentukan kembali  Ilmu Pengetahuan Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia
Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia

Pembaharuan aturan khususnya aturan pidana di Indonesia dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu:
  1. Pembuatan undang-undang yang maksudnya untuk mengubah, menambah dan melengkapi kitab undang-undang hukum pidana yang kini berlaku.
  2. Menyusun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) yang tujuannya untuk menggantikan kitab undang-undang hukum pidana yang kini berlaku yang merupakan warisan kolonial.
Adapun alasan-alasan yang mendasari pembaharuan hukum pidana nasional pernah diungkapkan oleh Sudarto, yaitu :

1. Alasan yang bersifat politik

Adalah masuk akal bahwa negara Republik Indonesia mempunyai kitab undang-undang hukum pidana yang bersifat nasional, yang dihasilkan sendiri. Ini merupakan pujian nasional yang Inherent dengan kedudukan sebagai negara yang telah melepaskan diri dari penjajahan. Oleh lantaran itu kiprah dari pembentukan Undang-Undang ialah menasionalkan semua peraturan perundang-undangan warisan kolonial, dan ini harus didasarkan kepada pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.

2. Alasan yang bersifat sosiologis

Suatu kitab undang-undang hukum pidana ialah pencerminan dari nilai-nilai kebudayaan suatu bangsa, lantaran ia memuat perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki dan mengikatkan perbuatan-perbuatan itu suatu hukuman yang bersifat negatif berupa pidana. Ukuran untuk memilih perbuatan mana yang tidak boleh itu tentunya bergantung pada pandangan kolektif yang terdapat dalam masyarakat wacana apa yang baik, yang benar dan sebaliknya.

3. Alasan yang bersifat praktis

Teks resmi WvS adalah berbahasa Belanda meskipun berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana sanggup disebut secara resmi sebagai KUHP. Dapat diperhatikan bahwa jumlah penegak aturan yang memahami bahasa gila semakin sedikit.dilain pihak, terdapat aneka macam ragam terjemahan kitab undang-undang hukum pidana yang beredar. Sehingga sanggup dimungkinkan akan terjadi penafsiran yang menyimpang dari teks aslinya yang disebabkan lantaran terjemahan yang kurang tepat.

kitab undang-undang hukum pidana nasional dimasa mendatang harus sanggup beradaptasi dengan perkembangan-perkembangan baru, khususnya perkembangan internasional yang sudah disepakati oleh masyarakat beradab. Jika ditinjau dari segi ilmu aturan pidana, pembaharuan kitab undang-undang hukum pidana (materi aturan pidana) sanggup dilakukan dengan dua cara. Pertama, pembaharuan dengan cara parsial, yakni dengan cara mengganti kepingan demi kepingan dari kodifikasi aturan pidana. Dan kedua, pembaharuan dengan cara universal, total atau menyeluruh, yaitu pembaharuan dengan mengganti total kodifikasi hukum pidana.

Pembaharuan aturan pidana Indonesia harus segera dilakukan. Sifat Undang-undang yang selalu tertinggal dari realitas sosial menjadi landasan dasar wangsit pembaharuan KUHP. kitab undang-undang hukum pidana yang masih berlaku ketika ini merupakan produk kolonial yang diterapkan di negara jajahan untuk menciptkan ketaatan. Indonesia yang kini menjadi negara yang bebas dan merdeka hendaknya menyusun sebuah peraturan pidana gres yang sesuai dengan jiwa bangsa.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang mencabut, menambahkan, atau menyempurnakan pasal-pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana antara lain sebagai berikut:
a. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 wacana Peraturan Hukum Pidana. Dalam undang-undang ini diatur beberapa hal terkait dengan perjuangan pembaharuan aturan pidana, antara lain :
  • Mengubah kata-kata “Nederlandsch-Indie” dalam peraturan aturan pidana menjadi“Indonesia”.
  • Mengubah nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie menjadi Wetboek van Strafrecht sebagai aturan pidana Indonesia dan sanggup disebut KUHP.
  • Perubahan beberapa pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana biar sesuai dengan kondisi bangsa yang merdeka dan tata pemerintahan yang berdaulat.
  • Kriminalisasi tindak pidana pemalisuan uang dan kabar bohong.
b. Undang Undang Nomor 20 Tahun 1946 wacana Hukuman Tutupan. Dalam undang-undang ini ditambahkan jenis pidana pokok gres berupa pidana tutupan ke dalam Pasal 10 abjad a kitab undang-undang hukum pidana dan Pasal 6 abjad a kitab undang-undang hukum pidana Tentara.

c. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1951 wacana Penangguhan Pemberian Surat Izin kepada Dokter dan Dokter Gigi. Dengan undang-undang ini kitab undang-undang hukum pidana ditambahkan satu pasal, yaitu Pasal 512a wacana kejahatan praktek dokter tanpa izin.

d. Undang Undang Nomor 73 Tahun 1958 wacana Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 wacana Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah RI dan Mengubah KUH Pidana. Dalam undang-undang ini diatur antara lain sebagai berikut :
  • Pemberlakuan UU Nomor 1 Tahun 1946 untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
  • Penambahan beberapa pasal dalam KUHP, yaitu ;
  1. Pasal 52 a wacana pemberatan pidana (ditambah 1/3) kalau pada ketika melaksanakan kejahatan memakai bendera kebangsaan Republik Indonesia;
  2. Pasal 142 a wacana kejahatan menodai bendera kebangsaan negara sahabat; dan
  3. Pasal 154 a wacana kejahatan menodai bendera kebangsaan dan lambang negara Republik Indonesia.
e. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1960 wacana Perubahan KUHP. Dengan undang-undang ini ancaman pidana pada Pasal 359, 360, dan 188 diubah, yaitu :
  • Pasal 359 wacana tindak pidana penghilangan nyawa lantaran kealpaan dipidana lebih berat dari pidana penjara maksimal 1 tahun atau pidana kurungan maksimal 9 bulan menjadi pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana kurungan maksimal 1 tahun.
  • Pasal 360 wacana tindak pidana lantaran kesalahan mengakibatkan luka berat, sehingga mengakibatkan orang sakit sementara atau tidak sanggup menjalankan profesinya semula dipidana maksimal 9 bulan penjara atau kurungan maksimal 6 bulan atau denda maksimal Rp 300,-, dipisah menjadi dua ayat yaitu :
  1. Pasal 360 ayat (1) wacana tindak pidana perlukaan berat lantaran kealpaan dipidana lebih berat menjadi pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana kurungan maksimal 1 tahun;
  2. Pasal 360 ayat (2) wacana tindak pidana perlukaan lantaran kealpaan sehingga mengakibatkan seseorang menjadi sakit sementara atau tidak sanggup menjalankan pekerjaan dipidana lebih berat menjadi pidana penjara maksimal 9 bulan atau pidana kurungan maksimal 6 bulan atau pidana denda maksimal Rp. 300,-.;
  3. Pasal 188 wacana tindak pidana kebakaran, peletusan, atau banjir yang membahayakan umum atau mengakibatkan matinya orang lain lantaran kealpaan dipidana lebih ringan yaitu pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana kurungan maksimal 1tahun atau pidana denda maksimal Rp. 300,-.
f. Undang Undang Nomor 16 Prp Tahun 1960 wacana Beberapa Perubahan dalam KUHP. Dengan undang-undang ini, kata “vijf en twintig gulden” dalam Pasal 364, 373, 379, 384, dan 407 ayat (1) diubah menjadi Rp. 250,- (1).

g. Undang Undang Nomor 18 Prp Tahun 1960 wacana Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam kitab undang-undang hukum pidana dan dalam Ketentuan-ketentuan Pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945. Dengan undang-undang ini maka eksekusi denda yang ada dalam kitab undang-undang hukum pidana maupun dalam ketentuan pidana yang dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945 harus dibaca dalam mata uang rupiah dan dilipatkan lima belas kali.

h. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1965 wacana Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Dengan undang-undang ini, Kitab Undang-undang Hukum Pidana ditambahkan pasal baru, yaitu Pasal 156a yang berbunyi :
"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melaksanakan perbuatan" :
  • Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
  • Dengan maksud biar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
i. Undang Undang Nomor 7 Tahun 1974 wacana Penerbitan Perjudian. Dengan undang-undang ini diatur beberapa perubahan beberapa pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian, yaitu :
  • Semua tindak pidana perjudian dianggap sebagai kejahatan. Dengan ketentuan ini, maka Pasal 542 wacana tindak pidana pelanggaran perjudian yang diatur dalam Buku III wacana Pelanggaran dimasukkan dalam Buku II wacana Kejahatan dan ditempatkan dalam Buku II sesudah Pasal 303 dengan sebutan Pasal 303 bis;
  • Memperberat ancaman pidana bagi pelaku bandar perjudian dalam Pasal 303 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana dari pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan atau denda maksimal Rp. 90.000,- menjadi pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp. 25.000.000,-. Di samping pidana dipertinggi jumlahnya (2 tahun 8 bulan menjadi 10 tahun dan Rp. 90.000,- menjadi Rp. 25.000.000,-) hukuman pidana juga diubah dari bersifat alternatif penjara atau denda) menjadi bersifat kumulatif (penjara dan denda);
  • Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (1) wacana perjudian dalam kitab undang-undang hukum pidana dari pidana kurungan maksimal 1 bulan atau denda maksimal Rp. 4.500,- penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp. 10.000.000,-. Pasal ini kemudian menjadi Pasal 303 bis ayat (1);
  • Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (2) wacana residive perjudian dalam kitab undang-undang hukum pidana dari pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp. 7.500,- menjadi pidana penjara maksimal 6 tahun atau denda maksimal Rp. 15.000.000,-. Pasal ini kemudian menjadi Pasal 303 bis ayat (2).
j. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1976 wacana Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan :
  •  Memperluas ketentuan berlakunya aturan pidana berdasarkan daerah yang diatur dalam Pasal 3 
          dan 4 kitab undang-undang hukum pidana menjadi berbunyi :
  1. Pasal 3, Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melaksanakan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.
  2. Pasal 4, Salah satu kejahatan yang tersebut dalam Pasal 438, 444 hingga dengan Pasal 446 wacana pembajakan bahari dan Pasal 447 wacana penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak bahari dan Pasal 479 hutrf j wacana penguasaan pesawat
  3. udara secara melawan hukum, Pasal 479 abjad l, m, n, o wacana kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
  • Menambah Pasal 95a wacana arti pesawat udara Indonesia, 95b wacana arti penerbangan, dan 95c wacana arti dalam dinas.
  • Setelah Bab XXIX kitab undang-undang hukum pidana wacana Kejahatan Pelayaran ditambahkan kepingan gres yaitu Bab XXIX A wacana Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan. Dalam  bab gres ini terdapat 28 pasal gres yaitu Pasal 479a-479r.
k. Undang Undang Nomor 27 Tahun 1999 wacana Kejahatan terhadap Keamanan Negara. Dalam undang-undang ini ditambahkan 6 pasal gres wacana kejahatan terhadap keamanan negara yaitu Pasal 107 a-f. Pelaksanaan pidana mati yang berdasarkan Pasal 11 dilaksanakan di tiap gantungan telah diubah dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 wacana Pelaksanaan Pidana Mati di Pengadilan Militer dan Pengadilan Umum. Eksekusi pidana mati berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 yang kemudian dijadikan UU Nomor 2/PnPs/1964 dilaksanakan dengan cara ditembak.
Di samping adanya beberapa perundang-undangan yang merubah kitab undang-undang hukum pidana di atas, terdapat juga beberapa perundang-undangan di luar kitab undang-undang hukum pidana yang mengatur wacana pidana. Di antaranya ialah tindak pidana ekonomi (diatur dalam UU Nomor 7 Drt Tahun 1951 wacana Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi), tindak pidana korupsi (diatur dalam UU Nomor 3 tahun 1971 kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 dan diperbaharui lagi dengan UU Nomor 20 Tahun 2001), tindak pidana narkotika (diatur dengan UU Nomor 22 Tahun 1997), tindak pidana psikotropika (diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1997), tindak pidana lingkungan hidup (diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 1997), tindak pidana pembersihan uang (diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2003), tindak pidana terorisme (diatur dengan UU Nomor 15 Tahun 2003), dan lain sebagainya.

Sumber Hukum :

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana,
  3. Undang Undang Nomor 20 Tahun 1946 Tentang Hukuman Tutupan,
  4. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1951 Tentang Penangguhan Pemberian Surat Izin Kepada Dokter dan Dokter Gigi,
  5. Undang Undang Nomor 73 Tahun 1958 wacana Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah RI dan Mengubah KUH Pidana,
  6. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1960 Tentang Perubahan KUHP,
  7. Undang Undang Nomor 16 Prp Tahun 1960 Tentang Beberapa Perubahan Dalam KUHP,
  8. Undang Undang Nomor 18 Prp Tahun 1960 Tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam kitab undang-undang hukum pidana dan dalam Ketentuan-ketentuan Pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945,
  9. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama,
  10. Undang Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penerbitan Perjudian,
  11. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1976 Tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan,
  12. Undang Undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara,
  13. Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 Tentang Pelaksanaan Pidana Mati di Pengadilan Militer dan Pengadilan Umum,
  14. UU Nomor 2/PnPs/1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Dilingkungan Peradilan Umum Dan Militer [UU No 2/Pnps/1964, yaitu Penpres Nomor 2 Tahun 1964 (LN 1964 No 38) yang ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU No 5 Tahun 1969].

Referensi :

  1. Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori dan Azas Umum Hukum Acara Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1988.
  2. Aruan Sakijo & Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.
  3. Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni, 1992. Hlm 114.
  4. Prof. Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana. Hal. 1
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=ilmu-hukum-pidana
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=ilmu-hukum-pidana

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment