Ilmu Pengetahuan Kerohanian Dan Agama Manusia
Kerohanian Dan Agama Manusia Bagi kebanyakan manusia, kerohanian, dan agama memainkan tugas utama dalam kehidupan mereka. Sering dalam konteks ini, insan tersebut dianggap sebagai "orang manusia" terdiri dari sebuah tubuh, pikiran, dan juga sebuah roh atau jiwa yang kadang mempunyai arti lebih daripada badan itu sendiri, dan bahkan kematian. Seperti juga sering dikatakan bahwa jiwa (bukan otak ragawi) yakni letak sebetulnya dari kesadaran (meski tak ada perdebatan bahwa otak mempunyai dampak penting terhadap kesadaran).
Kerohanian Dan Agama Manusia |
Keberadaan jiwa insan tak dibuktikan ataupun ditegaskan; konsep tersebut disetujui oleh sebagian orang, dan ditolak oleh lainnya. Juga, yang menjadi perdebatan di antara organisasi agama yakni mengenai benar/tidaknya binatang mempunyai jiwa; beberapa percaya mereka memilikinya, sementara lainnya percaya bahwa jiwa semata-mata hanya milik manusia, serta ada juga yang percaya akan jiwa kelompok yang diadakan oleh komunitas hewani, dan bukanlah individu.
Bagian ini akan merincikan bagaimana insan diartikan dalam istilah kerohanian, serta beberapa cara bagaimana definisi ini dicerminkan melalui ritual dan agama.
Bagian ini akan merincikan bagaimana insan diartikan dalam istilah kerohanian, serta beberapa cara bagaimana definisi ini dicerminkan melalui ritual dan agama.
1. Animisme
Animisme yakni kepercayaan bahwa obyek, dan gagasan termasuk hewan, perkakas, dan fenomena alam mempunyai atau merupakan lisan roh hidup. Dalam beberapa pandangan dunia animisme yang ditemukan di kebudayaan pemburu, dan pengumpul, insan sering dianggap (secara kasarnya) sama dengan hewan, tumbuhan, dan kekuatan alam. Sehingga, secara moral merupakan kewajiban untuk memperlakukan benda-benda tersebut secara hormat.
Dalam pandangan dunia ini, insan dianggap sebagai penghuni, atau bagian, dari alam, bukan sebagai yang lebih unggul atau yang terpisah darinya. Dalam kemasyarakatan ini, ritual / upacara agama dianggap penting untuk kelangsungan hidup, sebab sanggup memenangkan kemurahan hati roh-roh sumber masakan tertentu, roh daerah bermukim, dan kesuburan serta menangkis roh berhati dengki. Dalam anutan animisme yang berkembang, ibarat Shinto, ada sebuah makna yang lebih mendalam bahwa insan yakni sebuah tokoh istimewa yang memisahkan mereka dari segenap benda, dan hewan, sementara masih pula menyisakan pentingnya ritual untuk menjamin keberuntungan, panen yang memuaskan, dan sebagainya.
Kebanyakan sistem kepercayaan animisme memegang bersahabat konsep roh kekal sehabis maut fisik. Dalam beberapa sistem, roh tersebut dipercaya telah beralih ke suatu dunia yang penuh dengan kesenangan, dengan panen yang terus-menerus berkelimpahan atau bahkan permainan yang berlebih-lebih. Sementara di sistem lain (misal: agama Nawajo), roh tinggal di bumi sebagai hantu, seringkali yang berwatak buruk. Kemudian tersisa sistem lain yang menyatukan kedua unsur ini, mempercaya bahwa roh tersebut harus berjalan ke suatu dunia roh tanpa tersesat, dan menggeluyur sebagai hantu. Upacara pemakaman, berkabung dan penyembahan nenek moyang diselenggarakan oleh sanak yang masih hidup, keturunannya, sering dianggap perlu untuk keberhasilan penyelesaian perjalanan tersebut.
Ritual dalam kebudayaan animisme sering dipentaskan oleh dukun atau imam (cenayang), yang biasanya tampak kesurupan tenaga roh, lebih dari atau di luar pengalaman insan biasa.
Pemraktekan tradisi penyusutan kepala sebagaimana ditemukan di beberapa kebudayaan, berasal dari sebuah kepercayaan animisme bahwa seorang musuh perang, jikalau rohnya tak terperangkap di kepala, sanggup meloloskan diri dari tubuhnya dan, sehabis roh itu berpindah ke badan lain, mengambil bentuk binatang pemangsa, dan pembalasan setimpal.
2. Mistikme
Barangkali merupakan praktik kerohanian, dan pengalaman, tetapi tidak harus bercampur dengan theisme atau forum agama lain yang ada di aneka macam masyarakat. Pada dasarnya gerakan gaib termasuk Vedanta, Yoga, Buddhisme awal (lihat pula Kerajaan manusia), tradisi memuja Eleusis, perintah gaib Kristiani, dan pengkhotbah ibarat Meister Eckhart, dan keislaman Sufisme. Mereka memusatkan pada pengalaman tak terlukiskan, dan kesatuan dengan supranatural (lihat pencerahan, kekekalan). Dalam mistikme monotheis, pengalaman gaib memfokuskan kesatuan dengan Tuhan.
3. Politheisme
Konsep tuhan sebagai makhluk yang sangat berpengaruh kepandaiannya atau supernatural, kebanyakan dikhayalkan sebagai anthropomorfik atau zoomorfik, yang ingin disembah atau ditentramkan oleh manusia, dan ada semenjak permulaan sejarah, dan kemungkinan digambarkan pada kesenian Zaman Batu pula. Dalam masa sejarah, tatacara pengorbanan berevolusi menjadi sopan santun agama berhala dipimpin oleh kependetaan (misal: agama Vedik, (pemraktekan kependetaan berkelanjutan dalam Hinduisme, yang namun telah berbagi teologi monotheis, ibarat penyembahan berhala theisme monistik, Mesir, Yunani, Romawi dan Jerman).
Dalam agama tersebut, insan umumnya diciri-cirikan dengan kerendahan mutunya kepada dewa-dewa, adakala dicerminkan dalam masyarakat berhirarki diperintah yang oleh dinasti-dinasti yang menyatakan keturunan sifat ketuhanan/kedewaan. Dalam agama yang mempercayai reinkarnasi, terutama Hinduisme, tak ada batasan yang kedap di antara hewan, manusia, dan dewa, sebab jiwa sanggup berpindah di seputar spesies yang berbeda tanpa kehilangan identitasnya.
Dalam agama tersebut, insan umumnya diciri-cirikan dengan kerendahan mutunya kepada dewa-dewa, adakala dicerminkan dalam masyarakat berhirarki diperintah yang oleh dinasti-dinasti yang menyatakan keturunan sifat ketuhanan/kedewaan. Dalam agama yang mempercayai reinkarnasi, terutama Hinduisme, tak ada batasan yang kedap di antara hewan, manusia, dan dewa, sebab jiwa sanggup berpindah di seputar spesies yang berbeda tanpa kehilangan identitasnya.
4. Monotheisme
Gagasan dari suatu Tuhan tunggal yang menggabungkan, dan melampaui semua dewa-dewa kecil tampak bangun sendiri dalam beberapa kebudayaan, kemungkinan terwujud pertama kali dalam bida’ah / klenik Akhenaten (lebih dikenal sebagai Henotheisme, tahap umum dalam kemunculan Monotheisme). Konsep dari kebaikan, dan kejahatan dalam sebuah pengertian moral timbul sebagai sebuah konsekuensi Tuhan tunggal sebagai otoritas mutlak.
Dalam agama Yahudi, Tuhan yakni sentra dalam pemilihan orang Yahudi sebagai rakyat, dan dalam Kitab Suci Yahudi, takdir komunitas, dan hubungannya dengan Tuhan mempunyai hak istimewa yang terperinci (harus diutamakan) di atas takdir individu.
Kekristenan bertumbuh keluar dari agama Yahudi dengan menekankan takdir individual, khususnya sehabis kematian, dan campur tangan pribadi Tuhan dengan adanya inkarnasi, yaitu dengan menjadi insan selama sementara.
Islam, walaupun menolak kepercayaan kristiani untuk Tritunggal dan inkarnasi ketuhanan, islam dalam melihat insan sebagai Khalifah (Pemimpin) dari segala makhluk Tuhan yang mempunyai keutamaan dari segala makhluk, dan satu-satunya makhluk yang mempunyai Akal, dan nafsu. Julukan yang diberikan kepada insan dalam Islam yakni Bani Adam.
Dalam semua agama Abraham, insan yakni penguasa, atau pengurus, di atas seluruh muka Bumi, dan semua makhluk lain, dan mempunyai moral hati nurani yang unik. Hinduisme, juga belakangan berbagi teologi monotheis ibarat theisme monistik, yang berbeda dari pikiran Barat mengenai monotheis.
Agama monotheistik mempunyai kemiripan dalam kepercayaan bahwa umat insan diciptakan oleh Tuhan, diikat oleh kewajiban kasih sayang, dan dirawat oleh pemeliharaan baik kaum / pihak ayah.
Referensi :
- C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan kedelapan, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
- Muhamad Erwin & Firman Fready Busroh, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2012.
- https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-manusia
0 komentar:
Post a Comment