Ilmu Pengetahuan Sistem Eksekusi Aturan Pidana

Sistem Hukuman Hukum Pidana - Hukum pidana termasuk pada ranah aturan publik. Hukum pidana adalah aturan yang mengatur kekerabatan antar subjek aturan dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan tidak boleh oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya hukuman berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya.

Dalam aturan pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran.
  1. Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang - undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapat hukuman berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya.
  2. Pelanggaran ialah perbuatan yang hanya tidak boleh oleh peraturan perundangan namun tidak memperlihatkan efek yang tidak kuat secara eksklusif kepada orang lain, menyerupai tidak memakai helm, tidak memakai sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.
adalah aturan yang mengatur kekerabatan antar subjek aturan dalam hal perbuatan  Ilmu Pengetahuan Sistem Hukuman Hukum Pidana
Sistem Hukuman Hukum Pidana

A. Landasan Yuridis Hukuman

Mengenai landasan yuridis hukuman dan bentuk-bentuknya telah dijelaskan dalam buku I kitab undang-undang hukum pidana Bab ke-2 dari Pasal 10 hingga Pasal 43, yang kemudian juga diatur lebih jauh mengenai hal-hal tertentu dalam beberapa peraturan yaitu :
  1. Reglemen penjara (Stb 1917 No. 708) dan telah diubah dengan LN 1948 No. 77;
  2. Ordonasi pelepasan bersyarat (Stb 1917 No. 749);
  3. Reglemen pendidikan paksaan (Stb 1917 741);
  4. UU No. 20 Tahun 1946 Tentang Pidana Tutupan.

B. Bentuk-bentuk Hukuman

Bentuk-bentuk hukuman intinya telah diatur dalam buku 1 kitab undang-undang hukum pidana Bab ke-2 dimulai dari Pasal 10 hingga dengan Pasal 43.

kitab undang-undang hukum pidana sebagai induk atau sumber utama aturan pidana telah merinci dan merumuskan perihal bentuk-bentuk pidana yang berlaku di Indonesia. Bentuk-bentuk pidana dalam kitab undang-undang hukum pidana disebutkan dalam Pasal 10 KUHP. Dalam kitab undang-undang hukum pidana pidana dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: pertama, pidana pokok dan kedua, pidana tambahan.

Pidana pokok terdiri dari (Hoofd Straffen):
  1. Pidana mati
  2. Pidana penjara
  3. Pidanan kurungan
  4. Pidana denda
Adapun pidana pemanis terdiri dari (Bijkomende Straffen):
  1. Pidana pencabutan hak-hak tertentu
  2. Pidana perampasan barang-barang tertentu
  3. Pidana pengumuman keputusan hakim.
Di atas telah disebutkan bahwa dalam kitab undang-undang hukum pidana pidana dibedakan menjadi dua yaitu pidana pokok dan pidana tambahan, sedangkan perbedaan antara kedua yaitu :
  • Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok bersifat keharusan (imperatif), sedangkan penjatuhan pidana pemanis sifatnya fakultatif. Panjatuhan jenis pidana bersifat keharusan berarti apabila seseorang telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan, maka seorang hakim harus menjatuhkan satu jenis pidana pokok, sesuai dengan jenis dan batas maksimum khusus yang diancamkan pada tindak pidana yang bersangkutan. Sedangkan penjatuhan tindak pidana pemanis bersifat fakultatif maksudnya yakni hukuman pemanis ini hanya sanggup dijatuhkan bersama-sama dengan hukuman pokok, dan penjatuhan hukuman pemanis bersifat fakultatif, artinya hakim tidak diharuskan untuk menjatuhkan hukuman pemanis (hakim boleh memilih).
  • Penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus bersamaan dengan menjatuhkan pidana pemanis (berdiri sendiri), sedangkan menjatuhkan pidana pemanis tidak diperbolehkan tanpa dengan menjatuhkan pidana pokok.
Dalam hal ini telah terang bahwa pidana pemanis tidak sanggup dijatuhkan kecuali sehabis adanya penjatuhan pidana pokok, artinya pidana pokok sanggup bangkit sendiri sedangkan pidana pemanis tidak sanggup bangkit sendiri.

C. Karakter Hukuman dalam kitab undang-undang hukum pidana dan Hukum Pidana Indonesia serta Tata Cara Penjatuhan Hukuman

1. Pidana Mati

Pidana mati merupakan hukuman yang terberat dari jenis-jenis ancaman hukuman yang tercantum dalam kitab undang-undang hukum pidana Bab 2 Pasal 10 alasannya yakni pidana mati merupakan pidana terberat yaitu yang pelaksanaannya berupa perampasan terhadap kehidupan manusia, maka tidaklah heran apabila dalam menentukan hukuman mati terdapat banyak pendapat yang pro dan kontra dikalangan andal aturan ataupun masyarakat itu sendiri.

Sebagian orang beropini bahwa pidana mati dibenarkan dalam hal-hal tertentu yaitu, apabila si pelaku telah memperlihatkan dengan perbuatannya bahwa beliau yakni orang yang sangat membahayakan kepentingan umum, dan oleh alasannya yakni itu untuk menghentikan kejahatannya diperlukan suatu aturan yang tegas yaitu dengan hukuman mati. Dari pendapat ini tampak terang bahwa secara tidak eksklusif tujuan pidana yang dikatakan oleh Van Hammeladalah benar yaitu untuk membinasakan.

Pendapat yang yang lain menyampaikan bahwa hukuman mati bantu-membantu tidak perlu, alasannya yakni memiliki kelemahan. Apabila pidana mati telah dijalankan, maka tidak sanggup memperlihatkan keinginan lagi untuk perbaikan, baik revisi atas pidananya maupun perbaikan atas dirinya sendiri. Karena salah satu tujuan adanya pidana yakni untuk mendidik ataupun memperlihatkan rasa jera biar si pelaku tidak mengulangi pada tindakan yang sama.

Sedangkan untuk tujuan pidana mati itu sendiri selalu ditujukan pada khalayak ramai biar mereka dengan ancaman hukuman akan merasa takut apabila melaksanakan perbuatan-perbuatan kejam.

Karena menyadari akan beratnya pidana mati di negeri Belanda sendiri pidana mati telah dihapuskan dari WvS-nya, kecuali masih dipertahankannya dalam pidana militer. Walaupun di Indonesia masih diberlakukannya pidana mati akan tetapi dalam kitab undang-undang hukum pidana sendiri telah memperlihatkan kode bahwa pidana mati tidak gampang untuk dijatuhkan, menjatuhkan pidana mati harus dengan sangat hati-hati, tidak boleh gegabah.

Isyarat yang diberikan oleh kitab undang-undang hukum pidana biar pidana mati tidak terlalu gampang dan sering dijatuhkan yaitu dengan cara bahwa bagi setiap kejahatan yang diancam degan pidana mati selalu diancamkan pula pidana alternatifnya, yaitu pidana penjara seumur hidup atau penjara sementara waktu sekurang-kurangnya 20 tahun penjara. Misalnya: dalam kitab undang-undang hukum pidana Pasal 365 ayat (4), Pasal 340 dan lain-lain.

Penulis Jonkers mengatakan bahwa berdasarkan surat klarifikasi atas rancangan kitab undang-undang hukum pidana Indonesia, ada empat golongan kejahatan yang diancam dengan pidana mati, yaitu:
  1. Kejahatan-kejahatan yang sanggup mengancam keamanan negara (104, 111 (2), 102 (3) jo 129);
  2. Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang tertentu dan atau dilakukan dengan faktor-faktor pemberat (140 (3), 340);
  3. Kejahatan terhadap harta benda dan disertai unsur atau faktor yang sangat memberatkan (365 (4), 368 (2));
  4. Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai dan pantai (444)
Untuk pelaksanaan pidana mati di Indonesia pada mulanya dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 11 kitab undang-undang hukum pidana yang menyatakan bahwa “pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher si terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya”.

Karena dirasa kurang sesuai maka kemudian pasal tersebut di atas diubah dengan ketentuan dalam S. 1945 : 123 dan mulai berlaku semenjak tanggal 25 agustus 1945. Pasal satu aturan itu menyatakan bahwa: “menyimpang dari apa perihal hal ini yang ditentukan dalam undang-undang lain, hukuman mati dijatuhkan pada orang-orang sipil (bukan militer), sepanjang tidak ditentukan lain oleh gubernur jenderal dilakukan dengan cara menembak mati”. untuk ketentuan pelaksanaannya secara rinci di jelaskan pada UU No. 2 (PNPS) tahun 1964.

Berdasarkan keterangan tersebut di atas sanggup disimpulkan bahwa hukuman hukuman mati di Indonesia yang berlaku ketika ini dilakukan dengan cara menembak mati bukan dengan cara menggantungkan si terpidana pada tiang gantungan.

Beberapa ketentuan terpenting dalam pelaksanaan pidana mati yakni sebagai berikut:
  • Tiga kali 24 jam sebelum pelaksanaan pidana mati, jaksa tinggi atau jaksa yang bersangkutan memberitahukan kepada terpidana dan apabila ada kehendak terpidana untuk mengemukakan sesuatu maka pesan tersebut diterima oleh jaksa;
  • Apabila terpidana sedang hamil harus ditunda pelaksanaannya hingga melahirkan;
  • Tempat pelaksanaan pidana mati ditentukan oleh Menteri Kehakiman di tempat aturan pengadilan aturan pengadilan tingkat 1 yang bersangkutan;
  • Kepala Polisi Daerah yang bersangkutan bertanggungjawab mengenai pelaksanaannya;
  • Pelaksanaan pidana mati dilaksanakan oleh suatu regu penembak polisi di bawah pimpinan seorang perwira polisi;
  • Kepala Polisi Daerah yang bersangkutan harus menghadiri pelaksanaan tersebut;
  • Pelaksanaan tidak boleh dimuka umum;
  • Penguburan mayat diserahkan pada keluarga;
  • Setelah selesai pelaksanaan pidana mati tersebut Jaksa yang bersangkutan harus menciptakan isu program pelaksanaan pidana mati tersebut, yang kemudian salinan surat putusan tersebut harus dicantumkan ke dalam surat putusan pengadilan.

2. Pidana Penjara

Pidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu dengan menempatkan terpidana dalam sutu tempat (lembaga pemasyarakatan) dimana terpidana tidak sanggup bebas untuk keluar masuk dan di dalamnya diwajibkan untuk tunduk dan taat serta menjalankan semua peraturan dan tata tertib yang berlaku. Hukuman penjara minimum 1 hari dan maksimum 15 tahun (Pasal 12 ayat (2)), dan sanggup melebihi batas maksimum yakni dalam hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang hukum pidana Pasal 12 (3).

Dalam hal menjalani pidana penjara dilembaga pemasyarakatan, narapidana wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan yang diatur dalam Pasal 29 KUHP.

Kewajiban bekerja bagi narapidana penjara sanggup juga dilakukan diluar forum pemasyarakatan, kecuali bagi narapidana tertentu yang telah dijelaskan di dalam Pasal 25 KUHP.

Menurut Pasal 13 kitab undang-undang hukum pidana nara pidana penjara terbagi dalam beberapa kelas, pembagian tersebut lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 49 peraturan kepenjaraan, yaitu:
  • Kelas I yaitu : bagi narapidana yang dipenjara seumur hidup dan narapidana sementara yang membahayakan orang lain;
  • Kelas II yaitu :
  1. Bagi narapidana yang dipenjara dengan hukuman lebih dari tiga bulan yang tidak termasuk kelas 1 tesebut di atas;
  2. Bagi narapidana yang dipidana penjara sementara yang telah dinaikkan dari kelas pertama, bagi narapidana kelas 1 kalau kemudian ternyata berkelakuan baik maka ia sanggup dinaikkan ke kelas 2;
  3. Bagi narapidana yang dipidana sementara yang alasannya yakni alasan-alasan pelanggaran tertentu, ia sanggup diturunkan menjadi kelas II dari kelas III;
  • Narapidana kelas III, yaitu: bagi narapidana yang dipidana sementara yang telah dinaikkan dari kelas I dikarenakan telah terbukti berkelakuan baik. Menurut pasal 55 peraturan penjara, bagi narapidana yang demikian sanggup diberikan pelepasan bersyarat (pasal 15), apabila ia telah menjalani 1/3 atau paling sedikit sembilan bulan dari pidana yang dijatuhkan oleh hakim.
  • Kelas IV yaitu: bagi narapidana yang dipidana penjara sementara paling tingggi lima bulan.
Dalam aturan pidana dikenal 3 sistem aturan penjara, yaitu :
  • Sistem Pennsylvania (suatu negara kepingan dari Amerika Serikat) yaitu sistem yang menghendaki para hukuman terus-terusan ditutup sendiri-sendiri dalam satu kamar;
  • Sistem Auburne (suatu kota dalam negara kepingan New York di Amerika Serikat), yaitu yang menentukan bahwa para hukuman pada siang hari disuruh bersama-sama untuk bekerja, tetapi tidak boleh berbicara;
  • Sistem Irlandia, yang menghendaki para hukuman mula-mula ditutup secara terus menerus, kemudian dikerjakan bersama-sama dan tahap demi tahap diberi kelonggaran bergaul satu sama lain sehingga pada jadinya sehabis tiga perempat dari lamanya hukuman sudah lampau dimerdekakan dengan syarat.
Sedangkan untuk sistem hukuman yang diterapkan di Indonesia yakni dengan cara menggabungkan ketiganya, yaitu biasanya beberapa orang hukuman dikumpulkan dalam satu ruangan, tetapi ada juga seorang tahanan yang badung dipisahkan sendiri dalam satu kamar.

3. Pidana Kurungan

Hukuman kurungan lebih ringan dari hukuman penjara. Lebih ringan antara lain dalam hal melaksanakan pekerjaan yang diwajibkan dan dalam hal membawa peralatan. Hukuman kurungan sanggup dilaksanakan dengan batasan paling sedikit 1 hari dan paling usang 1 tahun.

Persamaan dan perbedaan antara pidana penjara dan pidana kurungan, yaitu :

Persamaan:
  • Sama berupa pidana yaitu sama-sama menghilangkan kemerdekaan bergerak.
  • Mangenal maksimum umum, maksimum khusus dan minimum umum dan tidak mengenal minimum khusus.
  • Sama-sama diwajibkan untuk bekerja,
  • Sama-sama bertempat di penjara.
Perbedaan:
  • Lebih ringan pidana kurungan daripada pidana penjara (Pasal 69 KUHP)
  • Ancaman maksimum umum dari pidana penjara 15 tahun sedangkan pidana kurungan hanya 1 tahun
  • Pelaksanaan pidana penjara sanggup dilakukan di forum permasyarakatan di seluruh Indonesia, sedangkan pidana kurungan hanya sanggup dilaksanakan di tempat dimana ia berdiam ketika diadakan keputusan hakim.

4. Pidana Denda

Hukuman utama ke empat yang disebutkan dalam kitab undang-undang hukum pidana Pasal 10 yakni pidana denda. Pidana denda di ancamkan pada banyak jenis pelanggaran (buku III) baik secara alternatif maupun bangkit sendiri. Begitu juga terhadap jenis kejahatan-kejahatan ringan maupun kejahatan culpa, pidana denda sering di ancamkan sebagai alternatif dari pidana kurungan.

Dalam prakteknya pidana denda jarang sekali dilaksanakan. Hakim selalu menjatuhkan pidana kurungan atau penjara kalau pidana itu hanya dijadikan sebagai alternatif saja, kecuali apabila tindak pidana itu memang hanya diancam dengan pidana kurungan.

Dalam hal pidana denda tidak terdapat maksimum umumnya, yang ada hanyalah minimum umum yang berdasarkan pasal 30 ayat (1) yakni tiga puluh juta rupiah tujuh puluh lima sen.

Apabila terpidana tidak membayarkan uang denda yang telah diputuskan maka konsekuensinya yakni harus menjalani kurungan (kurungan pengganti denda, Pasal 30 ayat (2)) sebagai pengganti dari pidana denda.

Terpidana yang dijatuhi pidana denda boleh segera menjalani kurungan pengganti denda dengan tidak perlu menunggu hingga habis waktu untuk membayar denda, akan tetapi bila kemudian ia membayar denda ketika itu demi aturan ia haru dilepaskan dari kurungan penggantinya.

Sedangkan untuk batas pembayaran denda telah ditetapkan dalam kitab undang-undang hukum pidana Pasal 27 ayat (1). Sedangkan dalam ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal terdapat alasan kuat jangka waktu sebagai mana tersebut di atas sanggup diperpanjang paling usang 1 bulan. Dan perlu diketahui dalam hal uang denda yang dibayar oleh terpidana menjadi hak milik Negara (Pasal 24).

Sedangkan untuk pidana pemanis penjelasannya sebagai berikut :

1. Pencabutan Hak-hak Tertentu

Pencabutan seluruh hak yang dimiliki seseorang yang sanggup menimbulkan kematian perdata tidak diperbolehkan (Pasal 3 BW). Dalam pidana pencabutan hak-hak terhadap terpidana berdasarkan Pasal 35 ayat 1 kitab undang-undang hukum pidana hanya dierbolehkan pada hal-hal sebagai berikut:
  • Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;
  • Hak menjalankan jabatan dalam angkatan bersenjata/TNI;
  • Hak menentukan dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;
  • Hak menjadi penasihat umum atau pengurus atau penetapan keadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas anak yang bukan anak sendiri;
  • Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;
  • Hak menjalankan mata pencaharian.
Pada perampasan hak memegang jabatan dikatakan bahwa hakim tidak berwenang memecat seseorang pejabat dari jabatannya, kalau dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk melaksanakan pemecatan tersebut.

Dan perlu diketahui bahwa sifat hak-hak tertentu yang dicabut oleh hakim tidak untuk selama-lamanya melainkan dalam waktu tertentu saja, kecuali apabila terpidana dijatuhi hukuman seumur hidup. Ketentuan mengenai batas waktu pencabutan hak-hak tertentu terpidana lebih lanjut dijelaskan dalam kitab undang-undang hukum pidana Pasal 38.

Perlu diketahui juga bahwa hakim boleh menjatuhkan pidana pencabutan hak-hak tertentu apabila diberi wewenang oleh UU yang diancamkan pada rumusan tindak pidana yang bersangkutan. Tindak pidana yang diancam dengan pencabutan hak-hak tertentu dirumuskan dalam Pasal: 317, 318, 334, 347, 348, 350, 362, 363, 365, 372, 374, 375.

2. Pidana Perampasan Barang Tertentu

Hukuman pemanis kedua, berdasarkan Pasal 39 berupa perampasan barang-barang milik terhukum dan tidak diperkenankan untuk merampas semua barang milik terhukum.

Ada dua jenis barang yang sanggup dirampas melalui putusan hakim, yaitu berupa barang-barang milik terhukum, meliputi: a) barang yang diperoleh dengan kejahatan, b) yang dipergunakan untuk melaksanakan kejahatan, dan untuk lebih jelasnya hal tersebut telah dijelaskan dalam kitab undang-undang hukum pidana Pasal 39.

Sebagaimana prinsip umum pidana tambahan, pidana perampasan barang tertentu bersifat fakultatif, tidak merupakan keharusan (imperatif) untuk dijatuhkan. Akan tetapi, ada juga pidana perampasan barang tertentu yang menjadi keharusan (imperatif), contohnya pada Pasal 250 bis, 362, 275.

Untuk pelaksanaan pidana perampasan barang apabila barang tersebut ditetapkan dirampas untuk negara , dan bukan untuk dimusnahkan terdapat dua kemungkinan pelaksanaan, yaitu: apakah pada ketika putusan dibacakan: 1) barang tersebut telah terlebih dahulu diletakkan dibawah penyitaan, ataukah 2) atas barang tersebut tidak dilakukan sita.

Pada ketentuan pertama berarti hukuman terhadap barang sitaan tersebut dilakukan pelelangan di muka umum berdasarkan peraturan yang berlaku, dan hasilnya di masukkan kas negara (42).

Sedangkan apabila kemungkinan kedua yang terjadi maka eksekusinya berdasarkan pada pasal 41 yaitu terpidana boleh menentukan apakah akan tetap menyerahkan barang-barang yang disita ataukah menyerahkan uang seharga penafsiran hakim dalam putusan. Apabila terpidana tidak mau menyerahkan satu diantara keduanya maka harus dijalankan pidana kurungan sebagai pengganti. Mengenai pidana kurungan pengganti perampasan barang lebih lanjut dijelaskan dalam kitab undang-undang hukum pidana Pasal 30 ayat (2).

3. Pidana Pengumuman Putusan Hakim

Pidana putusan hakim hanya sanggup dijatuhkan dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang, misalnya: Pasal 128, 206, 361, 377, 395, 405.

Seperti yang kita ketahui bahwa putusan hakim harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum (Pasal 195 KUHAP), apabila tidak maka keputusan tersebut batal demi hukum. Hal ini berbeda dengan pengumuman putusan hakim sebagai salah satu pidana.

Pidana pengumuman putusan hakim ini merupakan suatu publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan seorang dari pengadilan pidana. Makara dalam pengumuman putusan hakim ini, hakim bebas untuk menentukan perihal cara pengumuman tersebut.

Adapun maksud dari pengumuman putusan hakim tersebut yakni sebagai perjuangan preventif untuk memberitahukan kepada masyarakat umum biar berhati-hati dalam bergaul dan bekerjasama dengan orang-orang yang sanggup disangka tidak jujur sehingga tidak menjadi korban dari kejahatan tersebut.

Sumber Hukum :

  1. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (WETBOEK VAN STRAFRECHT)
  2. [UU No 2/Pnps/1964, yaitu Penpres Nomor 2 Tahun 1964 (LN 1964 No 38) yang ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU No 5 Tahun 1969] Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Dilingkungan Peradilan Umum Dan Militer

Referensi :

  1. Drs. P.A.F. Lamintang, SH “Dasar-Dasar Hukum Pidana”, Citra Aditya Bakti, Bandung
  2. Prof. Muljatno, SH “Asas-Asas Hukum Pidana”
  3. Dr. Andi Hamzah, SH, “Asas-Asas Hukum Pidana”
  4. Drs. Adam Chazami SH, “Pelajaran Hukum Pidana 1”
  5. Drs. Adam Chazami, “Pelajaran Hukum Pidana 2”.
  6. Prof. Dr.Wirjono. P, SH, “Asas-Asas Hukum Pidana”
  7. D. Scaffmester, dkk “ Hukum Pidana”
  8. Prof. Dr. Barda Nawawi, SH “Kapita Silekta Hukum Pidana”
  9. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=ilmu-hukum-pidana
  10. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=ilmu-hukum-pidana
  11. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=ilmu-hukum-pidana

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment